PERAN PENATUA DAN DIAKEN DALAM PENGEMBANGAN PELAYANAN GEREJA
Nixen Momongan, M.Th
STT Missio Dei Manado
ABSTRAK
Penelitian ini akan menjawab permasalahan tentang: pemahaman tugas pokok dan dogma gereja sehingga dapat melaksanakan tugas dengan hasil yang maksimal; Meningkatkan kesadaran iman dalam menjalankan perannya dan meperlengkapi diri dengan segala persiapan yang baik agar mampu berkarya lebih baik lagi; dengan tingkat pendidikan yang masih di bawa rata-rata dan taraf ekonomi yang masih di bawa taraf kelayakan, perlu diberi motivasi dan pemberdayaan secara nyata. Data penelitian ini dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kepustakaan maka ditemui bahwa sebenarnya para penatua dan diaken memiliki kerinduan untuk menerima bimbingan dan pembinaan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembimbingan dan pembinaan bersifat urgen dan perlu mendapat perhatian serius dalam rangka memantapkan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja Tuhan yang kudus.
Dalam melaksanakan tugas panggilan gereja bersaksi, bersekutu dan melayani memerlukan kerja sama dan keterlibatan aktif semua warga gereja terutama para majelis yang telah diurapi, diteguhkan dan dilantik untuk melaksanakan tugas mulia. Majelis Gereja adalah motor penggerak pelayanan yang mestinya harus memahami dan mampu tampil dengan kualitas kerja yang baik. Mengamati peran majelis dalam pengembangan pelayanan Gereja masa kini, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian dan pengkajian Alkitabiah.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gereja yang maju dan mampu bertahan sepanjang masa dalam melaksanakan misi Allah tidak lepas dari peran majelis gereja secara khusus Penatua dan Diaken yang terlibat langsung dalam aktifitas pelayanan gereja secara terpadu dan berlangsung terus-menerus.. Namun sangat disayangkan upaya peningkatan kapasitas majelis gereja secara khusus Penatua dan Diaken belum mendapat perhatian yang sangat serius sehingga dalam melaksanakan aktifitas pelayanan sering tidak terarah pada tujuan yang jelas. Memang ada upaya kegiatan pembinaan warga gereja yang dilaksanakan tetapi belum maksimal apalagi dibidang penatalayanan gereja. Akibat kurangnya pemahaman tentang tanggung jawab penatalayan gereja sehingga cenderung terdapat banyak kekeliruaan dalam melaksanakan tugasnya. Beragam permasalahan ditemui ketika sedang melaksanakan tugas dalam: Belum memiliki pemahaman yang luas tentang posisi dan berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang sedang dikerjakan; Kurangnya kesadaran dalam melaksanakan tanggung jawab pelayanan secara nyata dan berkelanjutan; cenderung bersifat masa bodoh dan ketika ditegur secara tegas dan kala langsung mengambil keputusan mengundurkan diri dalam jabatan struktural; intensitas kehadiran dalam setiap aktifitas kegiatan gereja masih sangat kurang; tampilan busana dalam melaksanakan tugas pelayanan yang masih harus dibenahi; sering terjebak pada penyalahgunaan administrasi keuangan gereja; keadaan ekonomi yang sangat memprihatinkan tetapi masih kurang mendapatkan perhatian; tingkat pendidikan yang masih dibawa rata-rata; Ada beberapa faktor penghambat dalam pengembangan pelayanan gereja yaitu: kapasitas pemimpin dan pelayan khusus yang masih terbatas, masalah keimanan jemaat yang masih lemah dan fasilitas pelayanan gereja yang belum memadai.
Mencermati situasi dan kondisi yang terjadi dalam aktifitas kegiatan pelayanan gereja masa kini, maka sangat dirasa perlu adanya pendalaman pengetahuan dan pemahaman Alkitabiah tentang peran majelis gereja dalam hal ini Penatua dan Diaken yang terlibat langsung.. Karena itu penulis merasa tertarik mengkaji, membahas dan menggumuli pengembangan pelayanan gereja dengan judul: Peran Penatua dan Diaken Dalam Pengembangan Pelayanan Gereja.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dengan mencermati beragam hal yang ditemui dalam kaitan dengan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja, maka dapat diidentifikasi maslah yang akan menjadi perhatian dalam penelitian dan penulisan tesis ini, yaitu:
- Penatua dan Diaken belum memiliki pemahaman memadai berhubungan dengan tugas pokok dan dogma gereja dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
- Kurangnya kesadaran dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara nyata dan berkelanjutan
- Intensitas kehadiran dalam ibadah gereja masih kurang perhatian, kecuali mendapat tugas melayani
- Tampilan busana pelayanan yang masih perlu diarahkan
- Masih ada penyalahgunaan administrasi keuangan gereja
- Tingkat pendidikan masih di bawa rata-rata dan keadaan ekonomi keluarga yang masih di bawah taraf
- Ada yang tetap berkerja meskipun hari minggu karena profesi sebagai seorang karyawan
C. RUMUSAN MASALAH
Menjadi bahan kajian khusus sehubungan dengan rumusan masalah yang perlu diteliti, dievaluasi dan digumuli berkaitan dengan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja. Apakah peran penatua dan diaken dalam posisi struktural kepemimpinan yang telah diterapkan selama ini sesuai dengan prinsip Alkitab? Dalam pengalaman melaksanakan tugas panggilan pelayanan secara jujur dan terbuka, apa benar semua berjalan lancar, tepat dan benar sebagaimana mestinya? Bagaimana cara memberdayakan dan memantapkan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja secara tepat dan benar berdasarkan prinsip Alkitab.
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi perhatian penulis untuk diteliti dan dibahas adalah sebagai berikut:
- Penatua dan Diaken belum memiliki pemahaman memadai berhubungan dengan tugas pokok dan dogma gereja dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
- Masih kurangnya kesadaran dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara nyata dan berkelanjutan.
- Tingkat pendidikan masih di bawa rata-rata dan keadaan ekonomi keluaraga yang masih di bawah taraf
D. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut, Terdapat manfaat yang sangat signifikan dalam kajian berhubungan dengan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja. Sehingga dapat dipahami dan dimengerti sehingga terjadinya keseimbangan yang teratur dan harmonis dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan penatalayanan secara berkelanjutan bagi kemuliaan Allah.
E. TUJUAN PENELITIAN DAN PENULISAN
Setiap rencana kerja harus mempunyai tujuan yang jelas. Rencana tanpa tujuan atau arah yang jelas akan kacau dan sulit diukur. Demikian pula halnya dalam setiap karya penelitian dan penulisan yang bersifat ilmiah. Adapun tujuan penelitian dan penulisan ini adalah sebagai berikut:
- Mengkaji lebih dalam berdasarkan Alkitab berhubungan dengan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja.
- Memberikan pemahaman kepada semua warga gereja berdasarkan kajian Alkitab tentang peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja.
- Memantapkan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif kualitatif dan kajian literatur yang akan menguraikan dan menjelaskan pokok permasalahan yang ada… Selain itu dalam rangka mencapai tujuan dari karya tulis ini, maka dipakai metode pembahasan yang bersifat deduktif (pembahasan masalah bersifat umum kemudian dibawah pada kesimpulan bersifat khusus). Juga digunakan metode penafsiran historis dan nubuatan. Ini dibuat dalam rangka menjaga sistem penafsiran yang benar dan tepat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat. Dengan adanya metode yang tepat maka penelitian dan penulisan dapat berjalan dengan baik. Metode sangat mempengaruhi aktivitas penulisan karya tulis ilmiah ini.
LANDASAN TEORI
A. Pemahaman istilah Peran“Penatua” dan “Diaken”
Kata Peran menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya pemain sandiwara (film); pemain utama, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat; tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa; balok yang menghubungkan tiang-tiangrumah disebelah atas, tempat kasau-kasau bertumpuh.[1]
#Soekanto (1990:268). Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menajalankan suatu peran. #R Linton. Peran adalah the dynamic aspect of status. Dengan kata lain seseorang menjalankan perannya sesuai dengan hak dan kewajibannya. #Merton. Pelengkap hubungan peran yang dimiliki seseorang karena menduduki status sosial tertentu. #Palan. Peran adalah merujuk pada hal yang harus dijalankan seseorang didalam sebuah tim. #Alo Liliweri. Peran adalah sebuah harapan budaya terhadap suatu posisi atau kedudukan. #Paula J Christensen & Janet W Keney. Peran adalah pola perilaku yang ditetapkan saat anggota keluarga berinteraksi dengan anggota lainnya.[2]Perilaku individu dalam kesehariannya hidup bermasyarakat berhubungan erat dengan ‘peran’. Karena peran mengandung hak dan kewajiban yang harus dijalani setiap orang baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Jadi kata ‘Peran’dapat diartikan hal yang berhungan dengan perilaku dan tindakan dalam posisi yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab seseorang.
Kata “Penatua” berasal dari bahasa Yunani ‘presbuteros’ yang artinya yang dituakan atau sesepuh. Kisah Para Rasul 14: 23 – Rasul-rasul dan orang-orang yang baru ditahbiskan itu mentahbiskan Tua-tua untuk memiliki otoritas bagi seluruh Jemaat. * Kata “Tua-tua” dalam konteks tradisi Yudaisme, adalah orang yang telah berusia matang sekitar 50 tahun, dan juga mereka yang menjabat jabatan keimamatan. Dalam pemahaman Jemaat Awal; kata “Tua-tua” (Para Penatua, Kisah 15:22) adalah mereka yang ditahbiskan Para Rasul setingkat Kohen atau Imam (Yunani, “Presbiter”) dan “Imam Penuh” yang kemudian disebut sebagai Mebaqqer (Episkop atau Uskup: “Penilik”).Jadi ada tiga Jabatan keimamatan Melkisedek Rasuli: Diakon atau Shamasha (Kisah 6:1-6), mereka ini belum boleh memberikan Pengurapan Minyak Mshikhna untuk meminta Roh Kudus turun. Contoh, Diakon Filipus membaptis dengan Air saja tetapi belum boleh melakukan sakramen Baptisan Roh Kudus (Kisah 8:12; 1 Tim.3:8-13). Kemudian datanglah Shimon Keipha dan Yokhanan memberikan baptisan Roh Kudus (Mshikhna/Krisma) dan memeteraikan mereka dengan sakramen Peneguhan (Kisah 8:17). Jabatan Kedua adalah “Penatua” yang disebut juga sebagai “Imam Junior” (Kohen) dan “Imam Senior” atau Mebaqqer (Rosh Kohen) yang keduanya awalnya sulit dibedakan, tetapi perkembangan berikutnya baru jelas setelah terorganisir dengan baik (1 Tim.3:1-7). Dalam kitab Perjanjian Baru menyebutkan ada tiga kategori para pemimpin Gereja: uskup, presbiter, dan diakon. Lalu bagaimana kita mengetahui jabatan “imam”? Para penulis Perjanjian Baru jelas memahami “uskup” adan “presbiter” adalah sinonim untuk jabatan yang sama (Kisah 20:17-38). Catatan: Kata bahasa Inggris “imam” berasal dari kata Yunani presbuteros yang langsung terjemahan dari kata Ibrani “Kohen”, yang umum diterjemahkan sebagai “Penatua” atau “Presbiter.” Penatalayanan Jemaat tentang presbiter disebutkan dalam Perjanjian Baru (Kisah 15:6, 23). Alkitab sedikit mengatakan kewajiban seorang presbiter, tapi jabatan ini mengungkapkan mereka berfungsi dalam suatu kapasitas keimaman. Mereka ditahbiskan melalui cara penumpangan tangan (1 Tim. 4:14, 5:22),namun, harus diketahui bahwa ini hanya laporan singkat tertulis pada hal pada prakteknya melibatkan pengurapan dengan minyak khusus, bersujud, mengucapkan nazar, deklarasi iman, penghembusan, dan dalam konteks ibadat Perjamuan Kudus, dll., setelah semua prosesini mereka memberitakan Injil dan mengajar umat percaya (1 Tim.5:17),dan mereka melayankan sakramen-sakramen (Yakobus 5:13-15).Ini adalah fungsi pokok jabatan keimaman,jadi dimana pun berbagai macam bentuk para penatua muncul–kecuali, tentu saja,contoh ini merujuk kepada para penatua Yahudi (Mattai 21:23, Kisah 4:23) kata yang paling tepat diterjemahkan sebagai “kohen” ganti kata “penatua” atau “presbiter.” Episkopos (Uskup, Penilik) muncul dari dua kata, epi (atas) dan skopeo (melihat),dan kata ini secara literal berarti”seorang penilik”: Kita menterjemahkannya sebagai “bishop.” Alkitab terjemahan King James Version menterjemahkan jabatan penilik, episkopen, sebagai “keuskupan”(Kisah 1:20).Aturan keuskupan tidak jelas didefenisikan dalam Perjanjian Baru, tapi melalui awal abad ke-2 hal ini telah mendapatkan arti yang jelas.Ada bukti awal yang jelas dari penataan nama gerejawi yang semakin baik dan jelas dalam tulisan-tulisan Ignatius dari Antiokia (107M), yang menuliskan panjang lebar perihal otoritas uskup sebagai yang membedakan dari presbiter (Imam) dan Diakon. Pada ayat lainnya ini jelas meskipun orang-orang ini disebut presbuteroi yang mengatur jemaat-jemaat individual (paroki-paroki), Para Rasul (Shlykhim) mentahbiskan orang-orang tertentu, memberikan mereka otoritas atas jumlah berkalilipat ganda jemaat-jemaat (keuskupan-keuskupan), masing-masing dengan para presbiternya. Ini diberkati dengan kuasa bagi tahbisan untuk menambah jumlah para presbiter ketika dibutuhkan untuk menggembalakan jemaah dan melaksanakan pekerjaan mewartakan Injil. Titus danTimotius dua dari mereka uskup awal dan jelas ada di atas jabatan para penatua. Mereka memiliki otoritas untuk memilih, mentahbiskan, dan mengatur para penatua. lainnya,sebagaimana dibuktikan melalui instruksi Mar Saul: “Inilah sebabnya mengapa aku meninggalkan engkau di Kreta. . .agar engkau melantik para penatua dalam tiap kota seperti yang aku perintahkan kepadamu.”(Titus1:5; cf. 1 Tim.5:17-22)[3]
Yohanes Calvin, salah satu reformator yang menerapkan jabatan presbiter. Penatua (atau Tua-tua) adalah jabatan gerejawi yang ada di sebuah gereja. Kata Penatua sendiri berasal dari bahasa Yunani presbyteros yang berarti seseorang yang dituahkan, yang berpikir matang, sesepuh. Penatua juga dapat diartikan sebagai pemimpin Kristen. Ada dua macam penatua yaitu penatua-penatua pengatur (proestootes presbuteroi; bahasa Inggris: rulling elder) dan penatua-penatua pengkhotbah dan pengajar (logo kai didaskalia presbuteroi; bahasa Inggris teaching elder). Jabatan penatua pengatur dapat dilihat dalam Titus 1:5-9, sedangkan penatua pengajar bisa disejajarkan dengan apa yang disebut sekarang pendeta (bahasa Inggris: minister);[4]
Istilah dan jabatan penatua (Yunani: Presbyteros), sebagai jabatan gerejawi pada jemaat lokal dalam Alkitab pertama kali ditemukan di Jemaat Yerusalem, yakni pada waktu pengumpulan bantuan bagi orang Kristen Yahudi yang mengalami kelaparan (Kis 11:30). Para Penatua inilah yang menerima bantuan yang dikirim dari jemaat Antiokkia untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkaannya. Kemudian istilah penatua itu juga muncul di jemaat-jemaat yang non Yahudi, seperti di Efesus (Kis 20;17 dst). Istilah penatua ini selalu muncul dalam bentuk jamak, yang berarti di dalam sebuah jemaat bertugas sebagai Badan atau sebuah Majelis. Sampai pada abad pertama penatua dan penilik jemaat merupakan satu jabatan yang tugasnya untuk mengajar dan memimpin jemaat. Para penatua ini ditetapkan dan diangkat oleh rasul-rasul atau utusannya melalui doa dan penumpangan tangan dan setelah berdoa dan berpuasa mereka diserahkan kepada Tuhan untuk memulaikan pelayanannya ( band Kis 14:23; Titus 1:5).[5] Penatua adalah orang-orang yang ramah, lemah lembut, sabar, murah hati, mampu menguasai diri, tidak memaksa , mengabdi tanpa pamrih, mampu berkhotbah, dan memberi konseling. Penatua adalah orang-orang yang dikhususkan untuk menjalankan tugas kepemimpinan pastoral dalam jemaat. Mereka adalah pemimpin yang telah dipandang layak oleh Tuhan dan jemaat, setelah terlebih dahulu lulus ujian dan seleksi (memenuhi syarat atau kualifikasi) untuk mengerjakan pekerjaan mulia dalam gereja. Seorang pemimpin Gereja mula-mula, Simon Petrus, menulis ungkapan yang jelas mengenai tanggung jawab pastoral kepada ekklesia Kristus: : Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri, anganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (1Petrus 5:2-3). Karena itu peran penatua perlu dimantapkan dalam rangka mengembangkan pelayanan gereja. Membicarakan pelayan dan kegiatan mereka terlepas dari gereja adalah hal yang mustahil sebab yang paling dibutuhkan pelayan adalah fungsi dari sesuatu yang paling dibutuhkan gereja.
Ada jabatan ‘penatua’ seperti ditunjukkan dengan jelas dalam 1 Petrus 5:1. Nampaknya penatua itu merupakan jabatan gerejawi satu-satunya. Petrus gemar menggunakan khiasan gembala, yang diterapkan bukan hanya kepada Kristus, tetapi juga kepada penatua-penatua (1 Petrus 2:25;5:2). Kristus disebut sebagai “Penilik” (episkopos) tetapi penatua-penatua tidak demikian. Karena itu istilah ‘penatua’ nampaknya digunakan dalam surat ini dalam pengertian usia yang lebih tua bukan dalam pengertian kedudukan jabatan penatua. Kenyataan Petrus Menyebut dirinya sebagai teman penatua (5:1).[6]
Perjanjian Baru tidak memberi kita gambaran rinci mengenai kepemimpinan gereja mula-mula ini. Keilhatannya, satu atau lebih penatua (presbyters) mengetuai dan mengatur masalah-masalah didalam setiap jemaat (band. Roma 12:6-8;1 Tesalonika 5:12; Ibrani 13:7, 17, 24), sama seperti yang dilakukan oleh para Penatua Yahudi didalam sinagoge mereka. Para penatua ini dipilih oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 20:22), meskipun para rasullah yang mengangkat mereka (Kisah Para Rasul 14;23). Jadi, Roh Kudus bekerja melalui para penatua dalam pelayanan mereka. Hanya dalam tuntunan kuas Roh Kudus penatua dapat melakukan perannya dengan baik. Kelompok Penatua muncul sebagai pemimpin gereja Yerusalem (Kisah Para Rasul 11:30). Jelaslah bahwa “Penatua” adalah salah satu jabatan pelayanan gereja yang sudah ada sejak gereja mula-mula dan masih banyak gereja mempertahankan adanya jabatan Penatua.
Apakah peran Penatua dalam pelayanan gereja? Baik sinagoge maupun kelompok-kelompok masyarakat Yahudi lainnya diatur oleh para penatua. Ketika para rasul mulai terlibat dalam pelayanan berkhotbah diluar Yerusalem, maka para penatua diangkat untuk menggantikan peran mereka dan mengatur gereja di Yerusalem. Pada saat konferensi di Yerusalem diadakan para penatua itu menceritakan kepada rasul tentang peran kepemimpinan mereka (Kisah Para Rasul 15:2,22; 16:4). Ketika Paulus mendirikan gereja-gereja di Asia, ia mengangkat para penatua dalam gereja-gereja yang telah didirikannya (Kisah Para Rasul 14:23). Kisah Para Rasul mengatakan bahwa Paulus menetapkan para penatua di gereja yang didirikaannya dan kemudian struktur yang telah dikembangkan di gereja Yerusalem meluas ke gereja-gereja Helenistik. Semua penatua terlibat dalam mengatur namun tidak semua terlibat dalam pelayanan berkhotbah atau mengajar. Hal ini sesuai petunjuk Paulus kepada para penatua di Efesus agar mereka menggembalakan, mengawal, dan memberi kawanannya makan (Kisah Para Rasul 20:28).
Dengan pimpinan Roh Kudus Allah, Paulus dan Petrus memerintahkan para penatua untuk menggembalakan dan menilik/mengawasi jemaat setempat (Kisah Para Rasul 20:17,28; 1 Petrus 5:1,2). Tidak ada kelompok lain yang pernah diberi mandate oleh kedua rasul besar ini untuk menggembalakan atau menilik/mengawasi jemaat setempat. Jadi, tugas yang diembankan kepada para penilik/penatua jemaat menurut Alkitab adalah: (1) melindungi jemaat, (2) mengajar jemaat, dan (3) memimpin jemaat.[7]
Titus 1:5-7 berbicara mengenai penatua-penatua yang kemudian dihubungkan dengan jabatan penilik jemaat. Karena itu epsikopos adalah seorang penatua yang menjalankan peranan khusus untuk mengatur. Paulus menguraikan peranan penatua-penatua (penilik-penilik) untuk mengurus jemaat (1 Timotius 3:5). Sangat jelas bahwa peran penatua dalam gereja adalah menggembalakan atau menilik/mengawasi jemaat, melindungi jemaat, mengajar jemaat, memimpin jemaat dan mengatur jemaat. Penatua memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan gereja. Penatua harus mampu dan sanggup menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Menjadi penatua bukan sekedar tradisi jabatan gerejawi tetapi memiliki tanggung jawab yang besar dalam rangka menyikapi berbagai persoalan dan program kerja pelayanan yang sedang berjalan.
Adapun kualifikasi atau syarat-syarat penatua menurut Rasul Paulus dalam Titus 1:5-9 sebagai berikut:
- Tak bercacat
- Mempunyai satu isteri
- Anak-anaknya hidup beriman
- Tidak hidup senonoh atau tidak tertib
- Tidak angkuh
- Bukan pemberang
- Bukan peminum
- Bukan pemarah
- Tidak serakah
- Suka memberi tumpangan
- Suka yang baik
- Bijaksana
- Adil
- Saleh
- Dapat menguasai diri
- Berpegang pada perkataan yang benar
- Sanggup menasehati
- Sanggup meyakinkan penentang-penentangnya.
Seorang penatua haruslah orang yang memiliki watak yang baik karena hidup dalam keyakinan iman kepada Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja. Iman kepada Allah juga terkait dengan keyakinan kepada hal yang dikomunikasikan atau diwahyukanNya secara tertulis dalam Alkitab. Iman lebih dari perangkat dogma, sebab ia juga mencakup aspek perasaan (emosi) dan pengalaman.[8] Apalagi dalam menjalankan tugas dalam jabatan sebagai Penatua.
Kata “Diaken” berasal dari bahasa latin diaconus; juga disebut shamas; bahasa Inggris deacon. Kata daikon sendiri berasal dari kata Yunani diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).[9]
Orang Kristen mula-mula dan para pemimpin mereka memilih kata diakonos untuk pejabat baru mereka, dan memaknainya dengan pengertian merekan sendiri yang khusus. Dari pemakaian kata diakonos yang khusus itu sebagai sebutan resmi untuk pejabat didalam gereja, dari sejumlah persyaratan yang ditetapkan untuk diaken, dandari hubungan yang erat antara diaken dan penilik jemaat, kita dapat menyimpulkan bahwa, Diaken Perjanjian Baru adalah para pelayan resmi di gereja setempat bagi anggota yang mengalami kekurangan dan menderita.[10] Diaken adalah salah satu jabatan gereja mula-mula dalam melaksanakan tugas pelayanannya lebih fokus pada pendampingan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan sentuhan dan bantuan social kemanusiaan. Kisah Para Rasul 6, yang sebetulnya tidak menyebutkan kata diaken, menyingkapkan munculnya jabatan diaken. Jabatan itu muncul dari adanya dua kebutuhan: meringankan beban para gembala agar mereka dapat lebih memprioritaskan waktu dan perhatian mereka pada pelayanan firman dan doa; dan memperhatikan kesejahteraan fisik orang percaya yang berkekurangan dalam suatu tanggung jawab bersama.[11] Jadi tugas diaken adalah mengawasi kebutuhan jasmani secara fisik dan praktis. Tugas ini memerlukan pengelolaan dana gereja. Karena orang Kristen mula-mula tidak memiliki gedung-gedung untuk dirawat, mak diaken yang mula-mula lebih dikenal sebagai penolong umat dan pengurus dana gereja. Mereka adalah pelayana-pelayan kemurahan. Diaken sering kali adalah orang-orang berpotensi dan berpengaruh yang sangat memperhatikan kesejahteraan orang lain. Diaken bahkan kadang lebih giat dan lbih cakap disbanding penatua. Mereka bekerja keras, mereka membuat segala sesuatu beres. Diaken harus memahami dan menghargai bahwa tanggung jawab mereka lebih terbatas sehingga mereka bisa lebih terfokus dalam melayani umat Tuhan.[12] Persyaratan karakter untuk diaken yang disebutkan Paulus dalam (1 Timotius 3:8,9) meliputi:
- Haruslah orang terhormat
- Jangan / tidak bercabang lidah
- Jangan / bukan penggemar anggur
- Jangan / tidak serakah
- Memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci.
Kualifikasi karakter dengan beberapa persyaratan mutlak merupakan gambaran nyata seorang yang diutus dan dipakai Tuhan dalam pelayanan gereja yang kudus. Apalagi berhubungan dengan peran diaken yang akan selalu berhadapan langsung dengan jemaat yang dipimpinnya setiap saat. Salah satu tugas utama diaken berakitan dengan pengelolaan administrasi keuangan gereja. Diaken mengurus uang-uang orang lain, uang gereja dan dimana ada uang, disitu selalu ada masalah. Bagi banyak orang uang adalah magnet yang sangat kuat daya tariknya. Mereka terpedaya oleh hawa nafsu ketamakaan. Oleh karena itu kita harus menguji dengan seksama integritas finansial seseorang sebelum ia dipilih menjadi diaken. Orang yang memiliki masalah serakah, suka mencuri atau membuat transaksi-transaksi keuangan yang buruk bukanlah calon diaken yang baik.[13] Banyak gereja mengalami perpecahan hanya karena masalah keuangan gereja yang disalahgunakan. Karena itu perlu mengambil sikap yang tegas dalam hubungan dengan siapa yang akan diangkat menjadi diaken yang akan mengelolah keuangan gereja.
B. Pemahaman Iman Tentang Gereja dan Pelayanan
Kata gereja berasal dari bahasa Portugis ‘igreja’ yang berarti “kawanan domba” yang dikumpulkan oleh seorang gembala. Istilah ini adalah terjemahan dari kata Yunani ‘kyriake’ yang berarti “yang menjadi milik Tuhan”. Adapun yang dimaksud dengan milik Tuhan adalah para orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya.
Dalam bahasa Yunani istilah gereja disebut EKKLESIA yang berasal dari kata EK- yang berarti “keluar” den KALEO- yang berarti “memanggil” jadi EKKLESIA mengandung arti “orang-orang yang dipanggil dari dunia ini dengan maksud membentuk suatu perkumpulan orang yang percaya”.
- Istilah “Gereja” dalam bahasa inggris
Dalam bahasa inggris istilah Gereja :Church” sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “Kyriakon” yang berarti “milikNya Tuhan” ada dua kali istilah ini disebut dalam perjanjian baru yaitu 1 Korintus11:20 (menunjuk pada perjamuan kudus Tuhan) dan Wahyu 1: 10 (menunjuk pada hari Tuhan) istilah itu juga digunakan untuk hal lain seperti: tempat, orang atau denominasi atau negei yang menjadi milik Tuhan.
- Istilah “Gereja” dalam bahasa Ibrani.
Bahasa Ibrani untuk “perkumpulan” adalah “Qahal” istilah ini ditemukan kira-kira seratus kali dalam perjanjian lama dan biasanya ditejemahkan “Jemaat” atau dalam septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) dengan kata “Ekklesia” pengertian istilah Qahal ini mengandung arti yang sangat luas karena dipergunakan untuk berbagai jenis perkumpulan dalam PL.
- Istilah “Gereja” dalam bahasa Yunani sekuler
Istilah “Ekklesia” mengandung arti “perkumpulan” dalam arti yang biasa. Zaman Yunani kuno, kota-kota menjalankan sistem pemerintahan secara demokrasi. Seringkali setiap warga kota dipanggil untuk berkumpul dengan maksud memutuskan sesuatu perkara yang menyangkut kepentingan umum.kegiatan berkumpul dan orang-orang yang berkumpul tersebut dinamakan Ekklesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam istilah ekklesia sebenarnya terkandung pengertian yang sangat luas namun apabila istilah ini dipakai dalam hubungannya dengan gereja sebagai tubuh Kristus maka istilah ini menunjuk pada umat yang telah dipanggil dari dunia ini dan dipersatukan didalam iman kepada Yesus Kristus.
Dalam perjanjian lama, Israel adalah umat yang kudus bagi Tuhan Allahnya, yang telah dipilih dari segala bangsa diatas muka bumi menjadi umat kesayangan Tuhan (Ulangan 7:6). Dalam perjanjian baru, persekutuan orang percaya yang disebut jemaat yang dalam bahasa Yunani ‘ekklesia’ yang berarti kumpulan orang-orang yang dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk hidup dalam suatu persekutuan percaya. Disini Gereja dimengerti sebagai persekutuan orang yang percaya yang dipanggil untuk mengaku bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah anak Allah yang hidup.[14] Pada hakekatnya dapat pula dikatakan bahwa ekklesia itu lahir pada hari Pentakosta ketika Roh Kudus dicurahkan kepada sekelompok kecil murid Yesus yang adalah orang Yahudi dan kemudian membentuk mereka menjadi inti tubuh Kristus. Ekklesia itu pada dasarnya adalah ciptaan Allah melalui Roh Kudus. Fakta tentang kesattuan ekklesia itu merupakan pengertian teologis dari beberapa perluasan Pentakosta yang diuraikan dalam Kisah Para Rasul. Roh itu datang pertama kepada orang Yahudi yang percaya, kemudian kepada orang samaria, dan kemudian orang bukan Yahudi, dan terakhir kepada kelompok murid Yohanes.
Gereja adalah ciptaan Allah, dan Yesus Kristus adalah kepalanya. Gereja adalah sebuah organisme hidup. Gereja berkembang dan bertumbuh melalui proses perbuatan Allah.[15] Gereja berada ditengah-tengah kenyataan konkrit, namun gereja tidak berasal dari dunia (Yohanes 17:16). Artinya sumber dan asal-usul keberadaannya tidak dicari dalam dunia, melainkan didalam Tuhan gereja yaitu Krsitus (bdk. 1 Korintus 3:11).
Kehadiran gereja dalam dunia fana ini ternyata ada dalam rancangan Allah yang tidak dapat terselami oleh akal manusia. Gereja diutus kedalam dunia dalam rangka melaksanakan tugas pewartaan injil keselamatan dan penggembalaan kepada semua umat yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Gereja didirikan bukan untuk ada begitu saja tetapi untuk melaksanakan maksud Allah, melanjutkan apa yang telah dilakukannya. Gereja memang bukan berasal dari dunia tetapi ada dalam dunia, diutus oleh kepala gereja melaksanakan Amanat AgungNya didunia ini. Karena itu gereja sangat berhubungan erat dengan pelayanan yang dikerjakan oleh majelis gereja yaitu: Gembala / Pendeta, Penatua dan Diaken. Kegiatan pelayanan gereja harus selalu berpusat pada Yesus Kristus sebagai kepala gereja. Tujuan pelayanan krsitiani ialah untuk memberlakukan ke-Tuhan-an Yesus Kristus, membangun tubuh-Nya, yaitu gereja, agar menjadi dewasa dalam kasih, keesaan dan kekudusan sehingga dapat bersaksi melalui penginjilan dan pengabdian penuh kasih kepada dunia yang dirundung kegelapan dan kesengsaraan ini. Pengembangan pelayanan gereja harus dimantapkan dalam rangka merespon perintah suci untuk memberitakan injil dan menggembalakan umat menuju kedewasaan rohani.
Panggilan gereja bukan untuk menguasai dunia, karena gereja lebih dipanggil untuk membangun suatu budaya-tandingan (counter-culture) yang sifatnya kristiani. Bersamaan dengan itu, kita harus mendengarkan suara-suara dunia agar dapat menanggapinya dengan peka, kendati tanpa kompromi. Gereja berada pada pusat rencana kekal Allah.[16]
Gereja yang baik adalah gereja yang dapat membawa jemaatnya menuju pertumbuhan iman dan mencapai kedewasaan penuh didalam Kristus. Setiap anggota jemaatnya yang berada didalam gereja harus mengalami pertumbuhan iman yang baik serta mendapatkan pemeliharaan dan pembinaan yang baik. Gereja yang berhasil adalah gereja yang bertumbuh secara kualitas dan kuantitas, petumbuhan secara intern dan ekstern. Pertumbuhan secara intern adalah pendewasaan iman jemaat yang mantap sedangkan pertumbuhan iman secara ekstern adalah pertumbuhan didalam pekabaran injil yang bertujuan membawa pertambahan bilangan orang percaya kepada Kristus. Gereja Tuhan harus memperlengkapidan membentuk orang-orang yang dilayani untuk mencapai kualitas iman yng baik sesuai dengan kehendak Allah. Gereja yang fokus pelayanannya hanya sampai pada program pelayanan dan penginjilan sajatanpa memperhatikan atau bahkan mengabaikan proses pelayanan bimbingan lanjtan akan menjadi gereja yang lemah, lesuh , hambar dan cenderung menjadi gereja yang tidak sehat. Pelayanan bimbingan lanjutan sangat penting dilakukan oleh setiap gereja dalam rangka mengimplementasikan misi Allah (Missio Dei).[17]
Gereja yang hidup adalah gereja yang belajar, gereja yang tunduk pada otoritas mengajar para rasul. Para pendeta menjelaskan Kitab Suci dari atas mimbar, para orang tua mengajarkan Kitab Suci kepada anak-anak mereka dirumah, dan para anggota gereja membaca dan merenungkan Kitab Suci setiap hari agar bertumbuh dalam pemuridan Kristen. Roh Allah memimpin jemaat untuk menghormati firman Allah. Kesetiaan kepada ajaran para rasul adalah ciri pertama dari gereja yang hidup dan autentik. Menurut John Stott[18] ada empat ciri pokok gereja yang hidup yaitu:
- Gereja yang hidup adalah gereja yang apostolic, artinya berdasarkan ajaran para rasul.
- Gereja yang hidup adalah gereja yang saling mengasihi dan saling berbagi.
- Gereja yang hidup adalah gereja yang beribadah
- Gereja yang hidup adalah gereja yang mengabarkan injil.
Sebuah gereja yang sehat tidak akan pernah mencapai potensinya yang sepenuhnya sehubungan dengan pertumbuhan kecuali para pemimpinnya menghargai, memahami dan melaksanakan sepenuhnya proses manajemen. Manajemen adalah penting untuk kesehatan gereja karena sifat dari gereja itu sendiri. Gereja mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berbeda; ini memberinya kompleksitas. Anggota-anggotanya bervariasi dalam umur dan kedewasaan rohani. Gereja terdiri atas orang-orang yang menikah, bujang, bercerai, janda dan orang tua yang tidak dikaruniai anak. Tubuh yang sehat dan berfungsi dengan baik akan berhasil menggabungkan perbedaan ini kedalam kesatuan yang memuliakan Allah. Kesatuan adalah tujuan dari gereja.[19] Karena itu gereja dalam pelayanannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penting dalam manajemen. Bila semua gereja mengikuti prinsip-prinsip manajemen yang baik maka pertumbuhan dan perkembangan pelayanan gereja pasti mengalami kemajuan yang sangat signifikan.
Gereja banyak kali disebut seperti sebuah organisme yang hidup, bukan mati. Itu sebabnya, jika sebuah gereja sehat, ia secara alami pasti mengalami pertumbuhan. Christian Schwarz berkata, “Gereja punya potensi pertumbuhan dengan dirinya dan potensi ini adalah pemberian dari Allah.”[20] Sebagai organisme, gereja ibarat makhluk hidup yang mempunyai kehidupan dan mempunyai kemampuan untuk pertumbuhan secara alamiah, bahkan pertumbuhan alamiah ini bukan sesuatu upaya pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh kemampuan manusia. Rick Warren berkata, “Gereja adalah organisme yang hidup, dan semua yang hidup secara alamiah bertumbuh. Tugas kita adalah menyingkirkan rintangan yang menghalangi pertumbuhan. Gereja-gereja yang sehat tidak memerlukan taktik untuk bertumbuh, mereka bertumbuh secara wajar.[21]
Pertumbuhan gereja alamiah adalah kemampuan gereja sebagai organisme hidup, yang mempuinyai kemampuan atau potensi untuk bertumbuh. Pertumbuhan ini tidak dapat dilakukan oleh manusia. Potensi partumbuhan gereja adalah anugerah, diberikan oleh Allah bagi semua gereja-Nya. Allah hadir dan diam dalam gereja yang adalah Bait Allah melalui Roh-Nya (Efesus 2:21-22). Allah bekerja melalui Roh Kudus untuk membangun gereja-Nya. Tanpa Roh Kudus gereja tidak dapat lahir pada hari Pentakosta. Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid, kepada gereja untuk menjadi saksi atau untuk bertumbuh (Kisah Para Rasul 1:8). Roh Kudus diutus oleh Allah Bapa dan Anak (Yohanes 14:16,26;15:26;16:7, Kisah Para Rasul 2:33;5:31-32). Ia menyaksikan dan memuliakan Yesus Kristus (Yohanes 15:26). Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2). Dapat dikatakan bahwa sekarang adalah zaman dari Roh Kudus.
Di dalam kitab Kisah Para Rasul, segi kuantitas dari pertumbuhan gereja mula-mula terlihat jelas. Gereja mula-mula yang awalnya terdiri hanya dari 120 orang (Kisah Para Rasul 1:15) bertambah jumlahnya menjadi 3000 orang (Kisah Para Rasul 2:41), lalu tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka (Kisah Para Rasul 2:47), sehingga menjadi 5000 orang (Kisah Para Rasul 4:4), bahkan jumlah ini terus meningkat di mana dituliskan peningkatan itu dengan “banyak orang, semua orang, hampir seluruh kota, banyak murid, bertambah besar jumlahnya (Kisah Para Rasul 13:43-44,48;14:21;16:5;17:4,12). Keberhasilan gereja dalam mengemban tugas dari Tuhan Yesus dapat dilihat dari bertambahnya jumlah orang yang menjadi percaya sebagai hasil pelayanan dari gereja yang bersangkutan dan mendapat penggembalaan dari gereja tersebut. Kunci pertumbuhan kualitas adalah menjadikan murid Kristus dewasa dan sempurna melalui pengajaran sehat tentang firman Allah (Kolose 1:28), dan kedewasaan itu membuat jemaat bertanggung jawab dalam gereja Tuhan, memberikan perannya dalam perkembangan gereja selanjutnya. Tentang hal ini, Michael Griffiths berkata, “Tidak cukup menambah jumlah batu atau bahkan jumlah tumpukan batu. Batu-batu itu harus dibangun hingga menjadi suatu bangunan permanen, kuat dan dibangun indah.”[22] Hal ini seharusnya diperhatikan oleh gereja-gereja Tuhan masa kini, dan bukan sekedar mengejar penambahan jumlah, tanpa memerhatikan kualitas jemaat. Dengan kualitas yang baik, otomatis terjadi pertumbuhan jumlah, karena “Kualitas menghasilkan kuantitas atau kualitas menarik kuantitas.” Kualitas menunjuk pada jenis murid-murid yang dihasilkan oleh suatu gereja. Kuantitas menunjuk pada jumlah murid yang dihasilkan oleh suatu gereja. Kedua istilah ini tidak terpisah satu sama lain.[23]
Jemaat mula-mula dikatakan bahwa mereka semua bertekun tiap-tiap hari dalam pengajaran Rasul-rasul (Kisah Para Rasul 2:42,46). Apa yang mereka tekuni, tidak lain adalah belajar tentang firman Allah dari pemimpin mereka yaitu para rasul. Mereka juga mengadakan pertemuan di rumah-rumah mereka masing-masing bergilir (Kisah Para Rasul 2:46). Disamping memecahkan roti dan makan bersama-sama tentu sebelumnya mereka mendengarkan uraian firman Tuhan. Pelayanan firman Tuhan tidak boleh diganggu oleh “pelayanan meja”. Rasul-rasul segera menyuruh jemaat memilih tujuh orang yang penuh Roh Kudus dan hikmat untuk menangani pelayanan meja (Kisah Para Rasul 6:1-7). Rasul-rasul memandang pelayanan Firman Tuhan sebagai hal yang penting dalam jemaat untuk pertumbuhan jemaat secara rohani. Mereka tidak saja belajar Firman Tuhan secara teori tapi juga secara praktis atau pada tingkat pengalaman. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan tentang Allah yang Maha Kuasa secara pengalaman melalui mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda ajaib yang terjadi di hadapan mereka (Kisah Para Rasul 2:1-13;2:43;3:1-10;5:12-16). Mereka belajar tentang kasih Allah dalam kehangatan kasih persekutuan jemaat (Kisah Para Rasul 2:41-47;4:32-37). Mereka belajar banyak kebenaran Firman Tuhan dari contoh kehidupan rasul-rasul. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan tentang doa secara pengalaman melalui doa-doa mereka yang telah terjawab dalam kehidupan jemaat (Kisah Para Rasul 4:23-31). Pemimpin jemaat harus orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:1-13) dan harus orang yang sungguh-sungguh dipanggil oleh Allah dan setia akan panggilan itu (Kisah
Para Rasul 1:6-11;4:8-11;5:25). Gereja dalam Kisah Para Rasul ditandai oleh “persekutuan”. “Mereka bertekun dalam pengajaran, rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kisah Para Rasul 2:42). Persekutuan berarti saling berbagi satu sama lain. Gereja mula-mula bertumbuh karena gereja Tuhan memiliki tujuan Agung yaitu agar semua orang diselamatkan dalam nama Yesus Kristus yaitu Tuhan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 4:12; Yohanes 14:6). Oleh karena pemberitaan para rasul dan penginjil maka semua orang yang mendengar itu memuliakan Allah. Lalu mereka berkata kepada Paulus: “Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat (Kisah Para Rasul 21:20). Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma11:36). Gereja mula-mula didorong oleh dua hal yaitu hukum terutama dan Amanat Agung (Matius 28:18-20). Mereka didorong oleh Hukum yang Terutama dan Amanat Agung. Kedua bagian ini memberikan kepada mereka tugas-tugas penting yang harus menjadi fokus gereja sampai Kristus kembali. Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama (Matius 22:37-38).39 Gereja yang didorong oleh tujuan bertekad untuk memenuhi tugas yang sudah ditetapkan Kristus dan yang harus dilaksanakan oleh gereja-Nya. Gereja adalah gereja hanya apabila ia hadir untuk orang lain, demikian juga Allah adalah Allah yang memiliki pathos (aktif, peduli, terlibat). Ia adalah Allah yang begitu dekat dengan manusia, yang memasang kemah- Nya di tengah-tengah kemah umat-Nya (Imamat 26:11). Ia hadir dan aktif persis di tengah-tengah peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di dunia. Allah adalah Allah yang mengasihi dunia, untuk itu tugas orang Kristen bukan memisahkan diri dari dunia, tetapi berperan serta dalam usaha Allah untuk mendatangkan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan ke dalam dunia.
Gereja yang adalah persekutuan umat Allah yang ditempatkan Tuhan di dunia dan diutus melaksanakan pekerjaan memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada dunia dan segala makhluk sebagai perwujudan Amanat Agung dari Kepala gereja Yesus Kristus (band. Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15), mewujudkannya dengan berbagai aspek tugas seperti melalui perwujudan Persekutuan (koinonia) yang didirikan di atas kasih. Pelayanan (diakonia) yang diberikan berdasarkan kasih dan Kesaksian (marturia) yang diberitakan atas dasar kasih. Ketiga aspek tugas panggilan gereja itu biasa disebut dengan Tri Tugas Gereja. Perwujudan konkrit dari tritugas gereja ini dapat dilaksanakan melalui beberapa aspek kegiatan diantaranya adalah kegiatan pendidikan dan pengajaran atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK), pembinaan atau biasa disebut Pembinaan Warga gereja (PWG) dan Pengembalaam (Pastoral). Pelaksanaan dari tugas gereja ini dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena aspek ini mencerminkan peri kehidupan Yesus Kristus Kepala Gereja, yakni Yesus Kristus telah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan misi kedatanganNya saat masih berada di dunia ini, ketika Ia naik ke sorga, Ia menugaskan pekerjaan tersebut kepada murid-murid-Nya (Mrk. 1:15; 16:20; ) dan melalui mereka Yesus memanggil dan menghimpun jemaat-Nya dengan Firman dan kuasa Roh Kudus dan menugaskan gereja melaksanakan amanatNya (Matius 28:19-20). Gereja harus tampil menjadi agen pembawa perubahan kea rah yang lebih baik sebagaimana pesan agung Tuhan Yesus Kristus.
Dalam rangka perwujudan Amanat Agung Yesus Kristus (Matius 28 : 19-20) gereja terpanggil dan diutus sebagai alatNya di dunia ini melaksanakan dengan apa yang sekarang disebut dengan Tugas dan Panggilan Gereja. Tugas dan Panggilan Gereja tersebut dapat diuraikan secara singkat sebaga berikut :
a. Persekutuan (Koinonia).
Prakarsa untuk bersekutu dengan Kristus bukan datang dari manusia, melainkan dari Tuhan sendiri. Tuhan Allah yang memanggil manusia untuk bersekutu. Panggilan itu terjadi dengan perantaraan pemberitaan Injil. Dalam panggilan itu Tuhan Allah menyatakan bahwa Ia mengasihi manusia dan menawarkan kepada manusia kehidupan damai sejahtera. Manusia hanya dapat menerima dan menjawab panggilan dan dengan jawaban manusia maka terciptalah persekutuan iman (perwujudan kebersama-samaan orang percaya) yang menyembah dan memuji-muji, mengungkapkan perbuatan-perbuatan Allah yang besar, serta keselamatan dunia dan manusia. Secara konkrit gereja sebagai persekutuan iman yang menyembah dan memuji Tuhan Allah dalam Yesus Kristus oleh pertolongan kuasa Roh Kudus mewujud dalam berbagai-bagai kegiatan gerejawi seperti persekutuan ibadah sebagai wujud dari kehadiran Yesus Kristus di dalam gereja, masyarakat dan bangsa. Persekutuan ibadah ini meliputi persekutuan hidup dan kerja, keluarga dan kelembagaan gereja, yang adalah pengembangan sumber daya warga gereja, demi kelangsungan dan pendewasaan hidup beriman serta peran aktif bagi pembangunan gereja, masyarakat dan bangsa yang demokratis dan pluralistik.
b. Pelayanan (Diakonia)
Gereja terpanggil memberitakan Injil Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan. Hal ini harus berpola pada pelayanan Yesus yakni bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dalam rangka pelayanan kasih itulah Yesus Kristus rela menjadi sama seperti hamba dan bahkan memberikan nyawa-Nya untuk kehidupan orang banyak (band. Fil. 2:1-11). Itulah sebabnya gereja sebagai Tubuh Kristus berfungsi juga seperti persekutuan pelayanan kasih dan keadilan yang diwujud-nyatakan dalam berbagai bentuk , yaitu : pelayanan (berbagi berkat dengan orang miskin, para janda miskin, duda, yatim piatu, orang sakit, lemah, tertindas, tertimpa bencana alam, terpenjara, tersingkir dan lain sebagainya) dan pelayanan transformatif (memberdayakan anggota-anggota jemaat agar mampu dan berupaya menggali, menggalang, menghimpun dan mengolah sumber daya dan dana dari warga gereja di segala tempat dan waktu serta mampu mengubah dan memanfaatkan lingkungannya, baik sumber daya manusia dan sumber daya alam, untuk kesinambungan dan kesejahteraan, keadilan, kebenaran kehidupan manusia dan ciptaan lainnya serta tercipta keutuhan dan kelestarian ciptaan Tuhan). Pelaksanaan tugas ini merupakan wujud nyata dari upaya memperlengkapi sekaligus mempersiapkan warga gereja agar dengan penuh kasih dan penuh kesadaran mempersembahkan segala berkat dan karunia yang dipercayakan Tuhan kepadanya sebagai persembahan yang hidup. (Roma 12:1).
c. Kesaksian (Marturia)
Gereja terpanggil untuk bersaksi yaitu untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus yang melalui kematian dan kebangkitan-Nya, manusia dan dunia ditebus dari dosa dan maut diampuni untuk diselamatkan memperoleh kehidupan yang kekal.. Pemberitaan Injil ini harus disampaikan kepada semua orang dan segala makhluk ciptaan Tuhan dan kepada dunia dalam seluruh keberadaan sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik. Pemberitaan Injil ini harus digiatkan karena setiap orang percaya sebagai warga gereja setelah diberi kuasa untuk menjadi saksi dan penerus kabar kesukaan Injil Yesus Kristus melalui pemberitaan Injil, kesaksian yang terencana, terorganisir dalam kelembagaan, maka warga gereja akan sampai pada kesaksian iman dan pengetahuan yang benar tentang Allah serta mencapai kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kehendak Kristus. (Markus 16:15; Matius 28:19-20). Dengan demikian gereja bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh berbagai ajaran sesat tetapi mampu bertumbuh kearah Dia, Kristus yang adalah Kepala (Ef. 4:13-15) dan jemaatnya diikat erat dalam semangat kesatuan, kebersamaan dengan tekad saling membangun, mengingatkan dan meneguhkan iman. Itulah pemberitaan Injil baik kedalam maupun keluar untuk memperlengkapi warga gereja kearah hidup dewasa dalam iman, pengharapan dan kasih.
Gereja diutus oleh Allah ke dalam dunia ini untuk membawa kabar keselamatan dan juga menjadi agen pembaharuan kearah yang lebih baik dan hidup dalam perdamaian sehingga suasana kerajaan sorga dapat dirasakan meskipun masih berada didunia fana ini. Orientasi pelayanan gereja harus mencakup semua aspek kehidupan jemaat karena itu perlu ada kerja sama yang baik dari semua pelayan gereja yaitu Gembala, Penatua dan Diaken apalagi dalam menjalankan tugas penggembalaan.
Gereja wajib melakukan kegiatan penggembalaan kepada semua jemaat secara menyeluruh sebagai aktifitas pelayanan berdasarkan prinsip ajaran Alkitab. Gereja harus mengorganisasi dirinya sendiri dengan cara mengungkapkan pemahaman atas dirinya sendiri. Strukturnya harus memantulkan teologinya khususnya identitas gandanya, entah orang-orang bertemu dalam gereja tradisional atau bangunan gereja, disekolah, gedung pertunjukan, pub, ruang pertemuan besar, atau rumah.[24] Roh Kudus memperlengkapi gereja. Melengkapi berarti tahap demi tahap berekembang menjadi seperti Kristus. Roh Kudus tidak saja menyebabkan orang-orang masuk gereja, tetapi Ia juga mengarahkan pertumbuhan individu-individu ini dan gereja secara berkelompok menjadi seperti Kristus. Kadang-kadang tampak mudah untuk bergantung kepada Tuhan dalam menginjili orang-orang disekitar kita, tetapi sebenarnya jauh lebih sulit untuk bergantung kepada Tuhan bagi pertumbuhan berikutnya. Roh kudus memperlengkapi gereja melalui pemakai Firman Allah. [25] Gereja yang missioner tidak sibuk dengan dirinya sendiri – Gereja missioner adalah Gereja bagi sesama … Pusatnya terletak diluar dirinya sendiri; Gereja harus hidup “berpusat keluar” …. Gereja harus berpaling menghadap dunia … Kita harus mengakui bahwa gereja-gereja telah berekembang menjadi “Gereja yang menunggu’”, yang kedalamnya orang-orang diharapkan datang. Struktur-struktur yang diwarisinya menekankan dan mewujud dalam penampilan yang statis. Orang boleh berkata bahwa kita berada dalam bahaya melestarikan”struktur yang didatangi” alih-alih menggantikannya dengan “struktur yang mendatangi’. Orang boleh berakata bahwa kelembaman telah menggantikan dinamisme Injil dan keikutsertaan dalam misi Allah.[26] Gereja diharapkan menjadi keluarga Allah yang baru, perwujudan yang hidup dari Injil, tanda Kerajaan Allah, bukti tentang seperti apa komunitas manusia jika berada dibawa kuasaNya yang penuh rahmat. Jadi ada empat syarat utama untuk pekabaran Injil melalui gereja setempat. Pertama, gereja harus memahami dirinya sendiri (secara teologis), menangkap identitas gandanya. Kedua, ia harus mengorganisasi dirinya sendiri (secara structural), mengembangkan strategi misi yang memantulkan identitas gandanya. Ketiga, gereja harus mengungkapkan dirinya sendiri (secara verbal), merumuskan Injilnya dalam cara yang setia kepada Kitab Suci sekaligus relevan bagi dunia masa kini. Dan keempat, gereja harus menjadi dirinya sendiri (secara moral spiritual), sepenuhnya diubah menjadi komunitas kasih yang melaluinya Allah yang tak kelihatan menyatakan diriNya kepada dunia.[27]
Pelayanan yang harus kita berikan satu sama lain dalam namaNya, sebagaimana Dia tuntut harus berlangsung dalam kasih. Kita dipanggil untuk menjadi pembawa terang Kristus dalam masyarakat, melalui kehidupan dan hubungan kita satu sama lainnya yang khas kristiani. Gereja diberikan otoritas yang oleh Krsitus, dipercayakan kepada pemimpin-pemimpinnya (Gembala, Penatua, Diaken). Alkitab memperlengkapi kita dengan suatu pandangan dunia kristiani yang memberikan konteks, makna dan tujuan bagi kehidupan pelayanan kita di sini, di atas bumi ini. Pandangan dunia ini merupakan perlengkapan yang esensial bagi seorang pemimpin yang melayani dengan rendah hati, pandangan dunia ini. Peranan pemimpin dalam mempersiapkan anggota untuk pelayanan adalah menolong mereka menemukan dan mengembangkan karunia-karunia mereka, dan untuk menyediakan kesempatan bagi mereka menggunakan karunia-karunia itu demi kebaikan semua dan bagi kemuliaan Tuhan.[28] Gereja membutuhkan pemimpin-pemimpin karena factor kepemimpinan itu merupakan bagian yang mutlak dari seluruh hidup, pekerjaan dan organisasi gereja. Gereja bukan saja memerlukan tenaga yang telah dilatih dalam sekolah teologi dan ditahbiskan dalam jabatan pendeta tetapi juga banyak pejabat dan pekerja yang lain, seperti penatua, syamas, guru sekolah minggu, pengurus dalam berabagai lembaga gereja, dsb. Di banyak negeri gereja-gereja berpikir, merancang dan berusaha bagaimana pekerja-pekerja itu harus dilatih dan dapat dipergunakan dalam acara – kerja gereja. Gereja bukan saja sebuah gedung yang dipakai oleh pendeta pada Hari Minggu untuk berkhotbah. Gereja juga terdapat diantara para anggotanya pada tiap-tiap hari di tengah-tengah masyarakat. Sebab itu janganlah gereja membatasi aksinya pada khotbah pendeta-pendetanya satu jam lamanya, melainkan biarlah gereja mempergunakan tenaga para anggota lainnya pula dalam segala acara dan aktivitasnya.[29] Dalam aktifitas pelayanan gereja bimbingan lanjutan ketika seseorang mengakui dan menerima Injil Kristus perlu mendapat perhatian serius. Gereja Tuhan harus menyadari bahwa pendewasaan iman jemaat yang sesuai dengan kehendak Allah hanya dapat diraih melalui pelayanan bimbingan lanjutan. Tetapi ironisnya usaha yang dilakukan untuk mencapai iman jemaat tersebut justru tidak dilaksanakanm oleh sebagian besar gereja Tuhan. Keadaan seperti ini tentu saja menjadi suatu keadaan yang memprihatinkan, dimana gereja Tuhan tidak peduli dengan pertumbuhan iman anggota jemaatnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa saat ini pelayanan bimbingan lanjutan menjadi barang langka yang sukar untuk ditemukan karena sudah tidak diproduksi lagi. Pelayanan bimbingan lanjutan tidak lagi menjadi bagian integral dalam kehidupan pelayanan gereja. Dengan demikian pelayanan bimbingan lanjutan dirasakan menjadi barang aneh yang saat ini kembali muncul ke permukaan. Saat ini pelayanan bimbingan lanjuta telah menjadi suatu seni yang hilang dari pelayanan gereja. Seni yang hilang ini sebenarnya sangat bermanfaat dalam pelayanan gereja yang merindukan adany pertumbuhan iman didalm jemaat. Bimbingan lanjutan sebagai seni yang hilang ini harus ditemukan dan dihidupkan kembali dalam setiap gereja Tuhan dalam memperlengkapi orang percaya. Dibutuhkan semangat dari gereja Tuhan untuk mencari dan menemukan kembali seni yang hilang ini untuk memperlengkapi kehidupan jemaat agar mencapai suatu kedewasaan penuh didalam Kristus. Kedewasaan yang dicapai melalui bimbingan lanjutan ini akan berimplikasi pada kehidupan yang berbuah bagi Kristus maupun lingkungan sekitar. Pelayanan bimbingan lanjutan merupakan mata rantai yang hilang atau lemah dalam pelayanan Kristen. Oleh karena itu gereja Tuhan harus terus-menerus berusaha untuk memperkuatnya agar dapat menjadi mata rantai yang utuh serta saling menguatkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Kita harus terus berjuang dan melakukan kerja keras untuk membentuk suatu rantai yang utuh dan kuat dan berjalan saling mendukung satu dengan lainnya.
C. Cara-Cara Pengembangan Pelayanan Yang Baik
Bagi gereja yang merindukan untuk menjadi gereja yang terus bertumbuh, berkembang dan maju dalam pelayanannya, maka gereja tersebut harus mempertikan cara-cara pengembangan pelayanan yang baik.
Kata pelayanan dalam Bahasa Inggris ministry, service; dalam Bahasa Yunani διακονεω. Kata διακονεω muncul 36 kali dalam Perjanjian Baru (21 kali dalam Injil Sinoptik; 3 kali dalam Yohanes; 8 kali dalam Tulisan Paulus; 1 kali dalam Ibrani; 3 kali dalam 1 Petrus).[30] Dalam kamus bahasa Inggris –Indonesia, kata Ministry artinya kementerian; jabatan sebagai pendeta.[31] Kata Service artinya jasa; dinas; tugas; pelayanan; kebaktian; kkt. Memperbaiki; melayani.[32] Ada beberapa pengertian pelayanan yaitu: Pertama, Pelayanan meja (Mrk. 1:31, Luk. 17:8, Kis. 6:1-2). Ketika jumlah murid Gereja mula-mula semakin bertambah, timbullah sungut- sungut di antara orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani di karenakan pembagian kepada janda-janda mereka di abaikan di dalam pelayanan sehari-hari, sehingga kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan mengatakan bahwa mereka tidak merasa puas karena mereka melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Menurut para rasul bahwa melalaikan pelayanan meja sama artinya melalaikan Firman Allah. Pelayanan meja merupakan bagian Firman Allah yang harus dikerjakan dan menjadi tanggung jawab gereja (Kis. 4:35; 11:28-29; 1 Tim. 3:3-16). Gereja mula-mula memperhatikan dua macam pelayanan, yaitu: Pelayanan spiritual yaitu pelayanan Firman Allah dan doa (Kis. 6:4) dan Pelayanan material yaitu palayanan meja (Kis. 6:1-2). Kedua, arti yang lebih luas yaitu help by providing care muncul dalam Matius 25:44; Markus 1:13; 15:41; Lukas 8:3.[33] Ketiga, Pelayanan proklamasi Injil (Kis. 6:4; 20:24; 2 Kor. 4:1; 6:3; 11:8). Kecuali arti di atas, di dalam Perjanjian Baru kata pelayanan juga berhubungan dengan pelayanan proklamasi Injil. Kisah Para Rasul 6:4, “Dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan διακονια Firman.” Lebih jelas Paulus berkata: “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan διακονια yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (Kis. 20:24 dan 2 Kor. 4:1). Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam istilah pelayanan terkandung baik pelayanan sosial maupun pemberitaan Injil (word and deed). Kata pelayanan dalam konteks Indonesia (baca. Jawa) juga mempunyai arti yang agung yaitu menunjuk kepada kerelaan hati untuk melayani tanpa mengharap imbalan dari orang yang dilayani. Penulis senang meminjam pepatah Jawa yang berbunyi “Sepi ing pamrih rame ing gawe”, sebuah pepatah yang sangat cocok bagi kata pelayanan. Pelayanan merupakan pengabdian dalam hal ini pengabdian kepada amanat Tuhan Yesus Kristus yang dinyatakan kepada sesamanya.
Pelayanan pemberitaan firman Tuhan memang merupakan sebuah pelayanan yang sangat penting karena menyangkut keselamatan manusia. Tetapi, pada masa sekarang ini seorang gembala jemaat juga dituntut untuk tidak saja memerhatikan kehidupan rohani dari jemaat yang dilayaninya, tetapi juga harus memerhatikan kehidupan jasmani jemaat tersebut. Ini adalah sebuah bentuk pelayanan yang tidak kalah pentingnya dengan pelayanan pemberitaan firman. Bentuk pelayanan holistik semata-mata bukanlah milik dari gereja atau lembaga pelayanan Kristen, tetapi juga dilakukan oleh lembaga-lembaga lain di luar kekristenan. Tetapi, dari pelayanan yang dilakukannya, ada hal yang sangat penting yang membuat pelayanan holistik gerejawi berbeda dengan pelayanan lainnya, yakni menyenangkan hati Tuhan. Hal prinsipil yang membuat pelayanan holistik gerejawi berbeda dari pelayanan holistik lainnya, yaitu: Pertama, motivasi dari pelayanan itu sendiri. Motivasi pelayanan kristiani adalah pelayanan Kristus sendiri. Artinya sebelum pelayanan ini dilakukan karena keinginan untuk melayani Kristus, atau lebih tepat lagi, melayani Kristus melalui pelayanan kepada sesama, oleh karena Kristus telah lebih dahulu melayani umat-Nya. Kedua, yang harus menjadi pendorong melakukan suatu pelayanan adalah karena ketaatan kepada Kristus. Allah menghendaki supaya orang percaya saling melayani satu sama lain. Tuhan Yesus di dalam Yohanes 13:14-15 mengatakan, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Pelayanan adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang Kristen. Dengan demikian, tidak melakukan pelayanan adalah contoh ketidaktaatan kepada Kristus. Melayani bukan supaya memperoleh sesuatu, tetapi sebaliknya, karena telah memperoleh sesuatu dari Allah. Ketiga, yang membuat pelayanan kristiani itu berbeda adalah karena pelayanan kristiani berpola pada pelayanan Kristus sendiri (Yohanes 12:26; 13:14). Adapun pola pelayanan Yesus adalah: (a) Pelayanan Kristus ditentukan oleh ketaatan yang sepenuhnya kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia. Orientasi pelayanan Kristiani adalah kehendak Allah dan kebutuhan mereka yang dilayani. Bukan kepentingan kita pribadi; (b) Pelayanan Kristus diwujudkan dalam bentuk identifikasi dan solidaritas (Yohanes 1:12; Filipi 2:7). Tidak berdiri lebih tinggi (filantropis), tetapi juga tidak duduk lebih rendah daripada yang dilayani, melainkan menempatkan diri sepenuhnya pada tempat mereka yang dilayani. Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang dilayani. Oleh karena itu pelayanan kristiani harus disertai dengan respek, simpati, dan empati yang dalam; (c) Pelayanan Kristus adalah pelayanan yang holistik, artinya pelayanan yang utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu, pelayanan Kristiani adalah mewujudnyatakan Injil yang utuh bagi manusia yang utuh. Holistik artinya melihat kebutuhan manusia baik kebutuhan- kebutuhan individualnya maupun sosialnya baik kebutuhan- kebutuhan fisik, psikis maupun kebutuhan spiritualnya, baik kebutuhan-kebutuhan sekarang di bumi ini maupun nanti setelah mati, dan sebagainya.
Gereja telah mendapat pelayanan yang besar dari Sang Pelayan Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Pelayanan yang didasarkan atas kasih yang tiada tara, Dia telah mengorbankan nyawa-Nya demi orang-orang yang dilayani (Yohanes 13:1-11; Filipi 2:7-8). Peran khusus Simon Petrus ditampilkan Matius dalam hubungan dengan kisah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias. Cara pengembangan pelayanan Rasul Petrus adalah bergantung penuh pada kuasa urapan Roh Kudus yang memberikan keberanian dan kemampuan memberitakan injil keselamatan.
Gereja dipanggil untuk melayani sesamanya secara utuh atau holistik, supaya karya penyelamatan Allah dapat disampaikan kepada dunia sehingga terciptalah damai sejahtera. Pelayanan dilakukan dengan tulus, rendah hati, tabah, dan setia tanpa paksaan. Lima dokumen keesaan gereja mengatakan bahwa pelayanan bertujuan untuk memerhatikan, memerdekakan dan melepaskan setiap orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka pada masa kini dan masa yang akan datang, mereka itu adalah orang miskin, sakit, terasing, lemah, dan terlantar, bodoh, korban bencana dan perang, terbelakang, korban ketidakadilan dan kesewenang- wenangan, pelayanan diakonia juga tertuju kepada lingkungan sekitarnya, sesuai mandat Allah (Kejadian 1:28).
Memang tanggung jawab umum pelayanan gereja merupakan kewenangan Gembala Sidang namun dalam pengembangan pelayanan peran Penatua dan Diaken sangat memiliki andil penting dalam membimbing jemaat menuju pertumbuhan iman yang dinamis mencapai kedewasaan rohani.
Ada beberapa cara praktis dalam pengembangan pelayanan yang baik, yaitu:
a. Meyusun program pelayanan yang terarah pada tujuan yang jelas
Dasar untuk penyusunan program dapat dinyatakan dalam jawaban atas dua pertanyaan. Pertanyaan pertama tentang pendekatan yang menyangkut tugas memprogram yaitu “ Siapa kita”. Pertanyaan ini dibuat untuk membantukita berpikir tentang ciri-ciri khusus gereja kita. Setiap gereja memiliki kepribadian yang unik. Gereja melayani dalam lingkungan kebudayaan yang unik. Program-programnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dari jemaatnya. Gereja saudara akan menarik bagi orang-orang tertentu, karena gereja melayani tatanan budayanya sendiri dan gereja tertarik bagi orang-orangnya sendiri. Mengambil beberapa pertimbangan akan membantu saudara untuk memahami saudara:
- Apakah yang menarik dari ketiga hal pelayanan yaitu menangani penginjilan, aktivitas kelompok kecil atau program-program lain?
- Berapakah rata-rata pendapatan gereja?
- Bagaimana pendidikan rata-rata dari jemaat?
- Bagaimana pola pekerjaan, apakah pekerja kasar atau kantor eksekutif?
- Latar belakang suku apakah yang dominan
- Apakah gereja terletak didaerah kota, pinggiran kota atau pedesaan?
Menjawab pertayaan-pertanyaan ini akan membantu saudara menyususn program memenuhi kebutuhan yang urgen.[34] Rencana program sesuai visi dan misi mutlak harus ada dalam kaitan dengan pengembangan pelayanan yang baik. Bila rencana program dibuat dengan mempertimbangkan segala aspek dan dapat dijangkau oleh semua pihak pasti akan berdampak positif demi kemajuan pengembangan pelayanan gereja. Dalam rencana program pasti ditetapkan target yang hendak dicapai sehingga semua akan bergerak dan bekerja sesuai bidang tugas masing-masing.
Prinsip pengembangan pelayanan yang ideal dan dinamis tidak lepas dari setiap individu. Hidup Kristen mengalami pertumbuhan secara bertahap dan berproses dalam sejarah kehidupan setiap insan. Pertumbuhan hidu terdalam ialah pertumbuhan batiniah seseorang individu Kristen . Mekanisme pertumbuhan ini yang beranjak dari Allah terjadi dalam tanggung jawab individu, dimana ia bertumbuh melalui pengalaman dan ujian, yang didalamnya pemimpin belajar dari pengalaman / peristiwa yang ia lalui tersebut. Disini ada pelajaran penting yang dapat dipelajari;
- Allah mengajar pemimpin untuk hidup dalam kehidupan doa yang lebih mendalam.
- Allah mengajar pemimpin memahami Firman Allah bagi dirinya, yang mentransformasi pandangan hidup serta nilai-nilai kehidupannya.
- Allah mengajar pemimpin akan kepentingan “hubungan” dengan orang lain.
- Allah mengetes ketaatan dari individu Kristen tersebut kepadaNya. (Hak 7; KPR 9; Mat 4:19).
- Allah mengetes sikap individu Krissten tersebut terhadap FirmanNay. (1 Sam 16; KPR 10; Mal 3:9).
- Allah mengetes integritas diri (II Tim 1:11; Kej 22:12; 1 Sam 12) serta komitmen diri individu tersebut kepada diriNya, gerejaNya dan misiNya kedalam dunia.[35]
Bila rencana program disusun dengan segala pertimbangan yang rasional dan imanen pasti dapat dipahami dan dimengerti, sehingga pada gilirannya dapat disosialisasikan dengan baik sehingga semua berkata sepakat mendukung dan berkomitmen untuk mengamankan dan bertanggung jawab secara bersama untuk menerapkannya.
b. Merealisasikan program secara bersama-sama
Dalam merealisasikan program harus melibatkan semua pihak agar topang-menopang dan saling mengajak untuk terlibat aktif dalam melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan bersama. Kerja dengan rajin dan tulus adalah modal besar dalam merealisasikan program yang telah ditetapkan. Bagi Nehemia pekerjaan menjadi perkara yang utama. Maksudnya pekerjaan itu lebih diutamakan ketimbang kesenangan pribadi. Tetapi pekerjaan itu tidak lebih utama dari pada Allah, karena pekerjaan itu untuk Allah, dan didalam Allah
Tujuan utama kita adalah melayani Allah, seperti yang ditulis Paulus, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Ef 2:10). Orang Kristen memiliki dua mandat khusus yang berkaitan dengan pelayanan, yaitu pewaris kerajaan Allah dan teman bagi sesama. Dengan demikian kita dapat mengenali kehendak Allah melalui mandat tersebut. Pelayanan harus menumbuhkan disiplin. Sebelun Dia ke surga, Tuhan telah memerintahkan kepada para muridNya, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20). Perintah ini ditujukan bagi manusia dan kehidupan kekal. Perintah tersebut merupakan panggilan untuk mendapat keselamatan dan partisipasi kita dalam kerajaan Allah. Dalam melayani Allah kita harus mempersiapkan diri kita untuk melayaniNya.
Penyajian Hasil Data Penelitian
Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. Bukankah kitab suci berkata: ‘janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik’ dan lagi seorang pekerja patut mendapat upahnya (1 Timotius 5:17,18). Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang kupesankan kepadamu; (seorang penatua jemaat hendaklah berpegang pada) … Perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran sehat, supaya ia sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu, dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya. (Titus 1:5,9; 1 Timotius 3:2). Aku menasehatkan para penatua diantara kamu … gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu (1 Petrus 5:1). Kalau ada seorang diantara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan (Yakobus 5:14). Kepenatuaan yang alkitabiah adalah badan pastoral yang berkualitas dan berfungsi, yang akan secara aktif menggembalakan jemaat Allah. Gereja membutuhkan para penatua yang terampil, berkualitas, pekerja keran dan penuh kasih.
Dalam melaksanakan tugas pelayanan yang bersifat jasmani dalam hal menjangkau para janda, kaum terkebelakang dan pengelolaan keuangan gereja, maka diangkat para Diaken yang melaksanakan pelayanan “Meja”. Melayani “Meja” berhubungan dengan meja makan, meja perjamuan, meja persembahan, meja administrasi keuangan dan meja diakonia. Pelayan “Meja” sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam aktifitas kegiatan gereja. Karena itu pula semua pekerja yang akan terlibat langsung dalam pelayanan “Meja” khusus dalam aktifitas program kegiatan gereja harus dipersiapkan, dibekali dan diperlengkapi secara baik dan berkesinambungan. Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: “Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.” (Kisah Para Rasul 6:1-4). Diaken adalah figur yang sangat dikenal di semua gereja abab pertama, khususnya menyangkut perhatian gereja terhadap orang miskin dan orang sakit. Jadi tugas diaken adalah menilik / mengawasi kebutuhan jemaat secara fisik dan praktis. Tugas ini memerlukan pengelolaan dana gereja. Karena orang Kristen mula-mula tidak memiliki gedung-gedung untuk dirawat, maka diaken yang mula-mula lebih dikenal sebagai penolong umat dan pengurus dana gereja.
Pengembangan pelayanan gereja dapat dilaksanakan dengan baik apabila mendasari semuanya atas perintah agung Tuhan Yesus Kristus: Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Matius 28:18-20). Ketika injil diberitakan ada yang merespon dengan mau menerima berita injil melalui proses pertobatan dalam iman kepada Yesus Kristus. Bimbingan lanjutan sangat penting dilakukan dan ini menjadi tanggung jawab gereja dalam mengembangkan pelayanan mencapai kedewasaan iman atau kedewasaan rohani. Pendewasaan iman jemaat yang sesuai dengan kehendak Allah harus menjadi tujuan utama dalam pelayanan gereja, dan hal tersebut akan dicapai bila gereja Tuhan menjalankan bimbingan lanjutan.
Apakah hanya tugas Gembala / Pendeta yang akan melaksanakan pelayanan bimbingan lanjutan? Jawabannya bukan hanya tugas Gembala / Pendeta tetapi harus bersama-sama Penatua dan Diaken. Karena itu pun Penatua dan Diaken perlu dibekali secara khusus dan berkelanjutan. Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih. (Efesus 4:12-16).
Gereja berada ditengah-tengah kenyataaan konkrit, namun gereja tidak berasal dari dunia ( Yoh 17:16). Artinya, sumber dan asal usul keberadaannya tidak dicari didalam dunia, melainkan didalam Tuhan gereja, yaitu Kristus (bdk 1 Kor 3:11). Kristus menjadi sumber identitas gereja. Tidak boleh ada yang lain, Cuma Kristus! Hanya didalam Dia kita dan seluruh alam semesta punya masa depan. Sebab kepadaNya telah diberikan segala kuasa di Sorga dan di bumi (Matius 28:18).
Perjanjian Baru berbicara jelas dan tegas tentang identitas tugas para penatua jemaat. Peran penatua jemaat menurut Alkitab adalah: (1) melindungi jemaat, (2) mengajar jemaat, dan (3) memimpin jemaat. Peran Diaken dalam jemaat menurut Alkitab adalah mengawasi kebutuhan jemaat secara fisik dan praktis. Gereja membutuhkan para penatua dan diaken yang terampil, berkualitas, pekerja keras dan penuh kasih. Karena itu penatua dan diaken harus menguasai tugas pokok sebagai pelayan dogma gereja sebagai acuan dalam melaksanakan tanggung jawab. Roh Kudus bekerja memberikan karunia-karuniaNya kepada orang percaya untuk memperlengkapi dalam pekerjaan Kristus. Roh Kudus berkarya dalam hidup setiap orangn dan juga melalui karunia-karuniaNya, Ia menyatakan karyaNya. Nubuat, mujizat dan penglihatan yang telah dituliskan dalam Alkitab tidaklah dapat disejajarkan dengan nubuat, mujizat dan penglihatan yang terjadai sekarang ini. Walaupun dangkal, pentingnya nubuat haruslah jelas dalam meneliti iman Kristen, sebab ketika ditulis sekitar seperempat dari isi Alkitab berupa nubuat. Dalam hal ini Alkitab adalah jawaban atas pertanyaan mengenai identitas diri.
Berdasarkan hasil interpretasi dan penemuan teori-teori yang bersifat dogmatis dan praktikal, disusunlah program-program berikut ini untuk diterapkan dalam pengembangan pelayanan gereja yaitu:
- Program pendalaman dogmatis untuk konteks pembinaan Penatua dan Diaken
a. Pokok-pokok ajaran Kristen berhubungan dengan peran penatua dan diaken dalam pengembangan pelayanan gereja, meliputi:
- Pemahaman iman tentang gereja dan pelayanan
- Kualififasi / persyaratan diangkat menjadi penatua dan diaken
- Hakekat pelayanan gereja
- Dasar pelayanan gereja
- Motivasi pelayanan gereja
- Tujuan pelayanan gereja
- Pola pelayanan gereja
- Tugas dan tanggung jawab penatua dan diaken
b. Ajaran tentang pengembangan pelayanan Gereja meliputi:
- Sejarah pelayanan gereja
- Strategi pengembangan pelayanan
- Sistem kepemimpinan yang melayani
- Integritas penatua dan diaken
- Karakter penatua dan diaken
- Kapasitas dan kredibilitas
- Penjabaran pokok-pokok tugas panggilan gereja
- Program praktikal yang bersifat aplikatif
a. Pembinaan Warga Gereja tentang tugas pokok dan dogma
b. Seminar dan lokakarya tetang peran penatua dan diaken
c. Metode strategis pengembangan pelayanan
d. Program pemberdayaan penatua dan diaken
e. Program peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan
f. Pertemuan Keluarga Penatua dan Diaken dalam rangka menjalin kebersamaan
g. Sharing pelayanaan secara berkala
h. Membuat panduan atau acuan program kerja secara jelas dan akuntabel
i. Doa dan Puasa bersama
j. Pertemuan Ibadah
k. Pertemuan rapat koordinasi dan evaluasi
Kesimpulan
Pengembangan pelayanan gereja merupakan hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian serius. Peran penatua dan diaken perlu dimantapkan agar pengembangan pelayanan gereja dapat berjalan dengan baik. Ada beberapa hal yang harus disikapi dengan arif dan bijaksanan, yaitu:
- Berhubungan dengan pemahaman tugas pook dan dogma gereja
Penatua dan Diaken belum harus diperlengkapi dengan pemahaman memadai berhubungan dengan tugas pokok dan dogma gereja dalam melaksanakanan tanggung jawab harus disikapi dengan baik. Hal ini merupakan masalah yang sangat urgent apalagi Penatua dan Diaken dapat dikatakan sebagai ujung tombak pelayanan langsung kepada jemaat. Karena itu perlu ada program kegiatan pembinaan yang harus dilakukan dalam rangka menjemaatkan tugas pokok dan dogma gereja
- Berhubungan dengan kesadaran dan kesiapan diri
Masih kurangnya kesadaran dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara nyata dan berkelanjutan. Mencermati kondisi yang sedemikian ini maka perlu dilakukan program penggembalaan, pembinaan dan pelatihan dalam rangka menumbuhkan rasa kesadaran diri dan memperlengkapi dengan pemahaman tugas pokok, dogma gereja dan pengajaran Firman agar semua Penatua dan Diaken dapat menjalankan peranya dengan baik dan berkelanjutan bagi kemuliaan Allah. Bila semua penatua dan diaken telah memiliki kesiapan dan kesadaran diri dalam menjalankan tugasnya maka pengembangan pelayanan dapat berjalan dengan maksimal.
- Berhubungan dengan tingkat pendidikan dan keadaan ekonomi keluarga
Penatua dan Diaken memiliki latar belakang pendidikan yang masih dibawa rata-rata perlu ada upaya pendampingan pelayanan dan pengembangan diri secara kreatif dan inovatif dengan memperhatikan kondisi riil dilapangan. Perlu ada perhatian dengan dunia pendidikan formal yang belum memiliki kualitas yang baik. Peningkatan peran penatua dan diaken harus dibarengi dengan potensi ekonomi yang ada, maka perlu ada pembinaan, pelatihan dan penyuluhan.
KEPUSTAKAAN
Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia)
Pdt. Dirgos Charles Lumbantobing, Identitas (Apa Dan Siapa Penatua), markurios-Atom.
Yosafat Bangun, Integritas Pemimpin Pastoral (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2010).
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).
Alexander Strauch, Diaken Dalam Gereja (Yogyakarta: ANDI Ofset, 2008).
B. S. Sidjabat, Membangun Pribadi Yang Unggul (Yogyakarta: ANDI, 2011).
Bertumbuh, berakar dan berbuah – buku katekisasi sidi KGPM.
Ron Jenson & Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2000).
Pdt. Dr. A. A. Yewangoe, Tidak ada Ghetto Gereja di dalam dunia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011).
Gottfried Osei-Mensah, Dicari Pemimpin Yang Melayani (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2011).
Ron Jenson & Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang:Gandum Mas, 2000),
John Stott, The Living Church (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008).
Dr. Ferdinan K. Suawa, M.A., Bimbingan Lanjutan Seni Yang Hilang Dalam Pertumbuhan Gereja (Jakarta: G P Media, 2009)
Christian A. Schwarz, Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah (Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia, 1999).
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Gandum Mas, 2000).
Yakob Tomatala, Pemimpin Yang Handal, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 1996)
Amelia Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah ke dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakuni Makasar. (Makasar: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005).
Michael Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, n.d)
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000).
Dr. E. G. Homrighausen, Dr I. H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996).
A Weiser, ““διακονεω” ” in Horst Balz dan Gerhard Schneider, ed. Exegetical Dictionary of The New Testament. Vol.1. (Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1990):
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggis Indonesia (Jakarta: Gramedia, cet XXIV).
Uskup Mar Nicholas H Toruan, CKC Gereja Nasrani Indonesia (GNI) Keuskupan Nasrani Katolik Rasuli Kudus, Hanya Mereka Yang Tertahbis Sah Bisa Melayani. aaa
http://arti.peran,kbbi.com
http://carapedia.com/pengertian_definisi peran info 2184
http://penatua.wikipedia
http://diaken.wikipedia
http://sabda.pengertian_pelayan_holistik
[1] Peran, http/KBBI.co.id.
[2] http://carapedia.com/pengertian_definisi_peran_info2184.html.
[3]Uskup Mar Nicholas H Toruan, CKC Gereja Nasrani Indonesia (GNI) Keuskupan Nasrani Katolik Ortodoks Rasuli Kudus dan Satu, Hanya Mereka Yang Tertahbis Sah Bisa Melayani
[4] Penatua, http//Wikipedia
[5] Pdt. Dirgos Charles Lumbantobing, Identitas (Apa Dan Siapa Penatua), markurios-Atom
[6] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1993), hal 118.
[7] Alexander Strauch, Diaken Dalam Gereja (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), hal 55-56.
[8] B. S. Sidjabat, Membangun Pribadi Unggul (Yogyakarta: ANDI, 2011), Hal 15.
[9] Diaken, http/Wikipedia.
[10] Alexander Strauch, Diaken Dalam Gereja, hal 63.
[11] Ibdi, hal 4.
[12] Ibad, hal 71.
[13] Ibid, hal 94.
[14] Bertumbuh, Berakar dan Berbuah - Buku Katekisasi Sidi KGPM, hal 47.
[15]Ron Jenson & Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2000) hal 21.
[16] John Stott, The Living Church (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 1, 2008), hal xvi, 2
[17] Ferdinan K Suawa, Bimbingan Lanjutan Seni Yang Hilang Dalam Pertumbuhan Gereja (Jakarta: G P Media, 2009), hal 19, 63,64
[18] John Stott, The Living Church, hal 15,16
[19] Ron Jenson & Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja, (Malang: Gandum Mas, 2000), hal 95.
[20] Christian A. Schwarz, Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah (Jakarta:Yayasan Media Buana Indonesia, 1999), 34.
[21] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Gandum Mas, 2000), 21-22.
[22] Michael Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia,n.d),83.
[23] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 57.
[24] John Stott, The Living Church, hal 42.
[25] Ron Jenson & Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja, hal 26,27.
[26] John Stott, The Living Church, hal 42,43.
[27] Ibid, hal 58.
[28] Gottfrried Osei-Mensah, Dicari Pemimpin Yang Menjadi Pelayan, hal 49,58.
[29] Dr. E. G. Homrighausen, Dr I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Krsiten (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996) hal 161, 164.
[30] A. Weiser, ““διακονεω” ” in Horst Balz dan Gerhard Schneider, ed. Exegetical Dictionary of The New Testament. Vol.1. (Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1990):302-304.
[31] John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, cet XXIV) 381.
[32] Ibid, hal 515.
[33] A. Weiser, “διακονεω” hal 302.
[34] Ron Jensosn & Jim Stevens, Dinamikan Pertumbuhan Gereja, hal 113,114.
[35] Yakob Tomatala, Pemimpin Yang Handal, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 1996) hal 21.