Pendidikan Agama Kristen yang Transformatif di era Disrupsi

Pendidikan Agama Kristen yang Transformatif di era Disrupsi

Jafficha Windy Rauan S.Th, M.Pd

Email: windyrauan@yahoo.com

STT Missio Dei Manado

 

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai Pendidikan Agama Kristen yang Transformatif di era Disrupsi dimana topik ini merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia di saat ini. Oleh karena perkembangan teknologi, digitalisasi dan arus internet yang semakin berkembang dengan pesat dari waktu kewaktu menuntut setiap individu untuk berkembang. Bahkan Pendidikan pun harus terus bersifat dinamis. Pendidikan Agama Kristen yang Transformatif mendorong para pendidik untuk terus relevan dengan situasi dimanaiaada khususnya di era disrupsi ini tapi pada saat yang sama tetap memberikan suatu pembelajaran tentang Firman Tuhan yang sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Pendidikan Agama Kristen yang transformatif merupakan suatu keharusan sebagai pedoman dan membimbing naradidik di era disrupsi ini.

Kata Kunci: PAK, Transformatif, Disrupsi

Abstract

This article aims to describe the Transformative Christian Religious Education in the era of disruption where this topic is an important thing in human life today. Due to technological developments, digitization, and the flow of the internet which is growing rapidly from time to time, it requires every individual to develop. Even education must continue to be dynamic. Transformative Christian Religious Education encourages educators to continue to be relevant to the situation in which it exists, especially in this era of disruption but at the same time still provides a lesson about God’s Word that is following what is stated in the Scriptures. Transformative Christian Religious Education is a must as a guide and guide for educators in this era of disruption.

Keywords: Christian Education, Transformative, Disruption

 

Pendahuluan

Pendidikan merupakan hal yang fundamen dalam kehidupan manusia. Manusia harus terus mendapatkan Pendidikan sepanjang hidupnya. Dalam konteks Pendidikan Agama Kristen, nilai-nilai teologis sangat memberikan pengaruh yang penting dalam menerapkan serta memaknai PAK itu sendiri, baik di sekolah, gereja, keluarga bahkan masyarakat. Namun di era sekarang ini majunya teknologi yang semakin pesat membuat pemaknaan secara Pendidikan secara teologis tidak lagi menjadi utama dalam kehidupan orang percaya khususnya generasi muda masa kini.[1]Selain itu, paradigma kehidupan dalam aspek kultur atau kebudayaan menghisap pola berpikir manusia. Istilah sekarang disebut juga dengan era

[1]Sutrisna Harjanto, Visi Pendidikan Berdasarkan Konsep Panggilan: Upaya Menemukan Arah yang Menyatukan Pendidikan Kristen di Berbagai Konteks, (Indonesian Journal of Theology, Vol.7 Nomor.1, 2019), 47

disrupsi dimana budaya internet of things yang terjadi di era globalisasi yang menekankan secara berlebihan hidup komunal tanpa mempertimbangkan aspek individual yang pada akhirnya memak sasetiap individu mengikut hal tersebut.[1] Berbaga imacam perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan terjadi begitu cepat. Sebagian lembaga, institusi Pendidikan, lembaga kerohanian bahkan gereja belum siap untuk menghadapi perubahan tersebut padahal memang sekarang sudah ada dalam era digital. Oleh karena itu, Pendidikan pun mau tidak mau harus terus bersifat dinamis tapi pada saat yang sama tidak ikut terbawa arus berlebihan akibat pengaruh globalisasi, teknologi bahkan kebudayaan yang populer di era disrupsi ini. Tidak dapa tdipungkiri bahwa tantangan-tantangan tersebut harus dihadapi oleh PAK, dikarenakan secara langsung ataupun tidak, pembelajaran PAK terkait erat dengan pokok-pokok nilai iman Kristen yang pada beberapa sisi berlawanan dengan nilai-nilai sekularitas yang ada.[2] Disadari atau tidak, pesertadidik bahkan juga pendidik terus digempuri, dibanjiri oleh berbagaimacam tawaran pemikiran, ide-ide, nilai, gaya hidup yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Dengan demikian, ada ancaman yang tidak boleh disepelekan, dibiarkan.[3]

Dapat dikatakan bahwa PAK dalam menghadapi situasi ini, harus melihat kembali prinsip-prinsip yang penting melaluit ransformasi berdasarkan landasan teologis biblis. PAK yang transformatif merupakan Pendidikan yang secara teologis harus hadir terkait merespon panggilan Allah, mengasihi Allah, juga untuk melayani manusia dengan segenap kekuatan, jiwa, akal budinya dengan mengasihi sesama seperti dirinya sendiri. Panggilan ini hadir bagi para pendidik dengan tugasnya sebagai seorang intelektual, yang bertanggungjawab penuh kepada Allah.[4] PAK yang sudah ditransformasikan dalam terang Alkitabiah diharapkan mampu memberikan dampak pada setiap pendidik Kristen sebagai agen perubahan untuk memikirkan dengan serius, bagaimana menyelenggarakan PAK yang menolong membangun kehidupan  peserta didik. Melalui artikel ini, penulis memaparkan bagaimana Pendidikan Kristen yang Transformatif menyikapi segala macam perkembangan yang ada di era disrupsi ini melalui nilai-nilai teologis biblis yang dinamis serta relevan saat ini.

 

[1]Daniel S. Siahaan, Pendidikan Kristiani sebagai Instrumen Penyadaran Pentingnya Pertumbuhan Spiritualitas dalam Konteks Budaya Populer, (Jurnal Gema Teologika, Vol.1. No.2, Oktober 2016),123

[2]I Putu Ayub Darmawan, Pendidikan Kristen di Era Postmodern, (Jurnal Simpson, Vol.1.No.1, 2016),41

[3]Madgalena P. Santoso, Karakteristik Pendidikan Kristen, (Jurnal Veritas, Vo.6. No.2, Oktober, 2005),291

[4]Zummy A. Dami, Pedagogi Shalom: Analisis Kritis terhadap Pedagogi Kritis Henry Giroux dan Relevansinyabagi Pendidikan Kristen di Indonesia, (Jurnal Filsafat Pendidikan, Vol.29, No.1, 2019), 135

Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur. Adapun penulis sebagai instrument dalam kepenulisan penelitian ini. Djajasudarma menyatakan bahwa studi kepustakaan atau literatu rmerupakanpenelitian yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku atau dokumens ebagai sumber data.[1] Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis yakni dengan melakukan penelahaan terhadap berbagai macam literatur yang berkaitan dengan judul artikel kemudian menginterpretasi serta merumuskan agar masalah tersebut dapat dipecahkan. Adapun literatur yang menjadi data dalam kepenulisan artikel ini adalah jurnal beserta penelitian-penelitan yang relevan terkait dengan Pendidikan kristiani serta pemahaman tentang disrupsi. 

 

Hasil Pembahasan

Pendidikan Agama Kristen

Definisi secara istilah mengenai pendidikan berasal dari kata education, ducere dari bahasa Latin yang artinya membimbing (to lead), ditambah dengan e yang berarti keluar out. Hal ini berarti bahwa Pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar.[2] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengubah sikap serta tingkah laku seseorang atau kelompok orang untuk terus mendewasakan manusia melalui berbagai macam upaya pengajaran, pelatihan serta proses perbuatan dan cara mendidik.[3] Cully juga menyatakan bahwa Pendidikan merupakan kunci menuju kehidupan yang lebih baik. Selain itu, ia menambahkan bahwa Pendidikan dapat menolong untuk memahami pemaknaan kehidupan yang dijalani secara holistik.[4]

Moran dalam Hope menyatakan bahwa Pendidikan agama merupakan cara untuk mengetahui serta memaknai bagaimana berhubungan dengan baik dengan orang-orang yang berbeda dalam aspek komitmen imannya.[5] Seymour juga menyatakan dalam aspek PAK, ditelusuri bahwa adanya pengajaran iman secara formal, tapi definisi terbaik dari sebuah pengajaran kristen di gambarkan dalam pengajaran yang awalnya terjadi di rumah dan berusaha menciptakan sebuah lingkungan yang aman dan intim yang didalamnya terdapat

[1]Fatimah Dajajasudarma, Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: Refika Aditama, 2006), 4

[2]Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2009), 8

[3]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 263

[4]Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 16

[5]Hope Antone, Pendidikan Kristiani Kontekstual, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 33

makna terdalam dari diri kita untuk dibagikan kepada orang lain sehingga kita mengetahui makna hidup dalam sebuah keluarga yang disebut Kristen.[1]

Definisi lain yang juga merupakan hal mendasar tentang pengertian PAK yakni Pendidikan yang berdasarkan Iman Kristen Alkitabiah untuk mengasihi Allah dan sesama manusia beserta alam dan segala isinya.[2] PAK juga berfungsi untuk menumbuh-kembangkan kemampuan seseorang atau persertadidik agar melalui pertolongan Roh Kudus dapat menghayati dan memahami kasih Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam hidup keseharian juga bagi sesama dan lingkungan hidupnya.[3] Boehlke mengutip Bushnell menjelaskan bahwa PAK adalah pelayanan darip ihak orang tua Kristen dan gereja yang secara khusus melibatkan kaum muda dengan cara yang wajar dalam pengalaman keluarga dan dalam kehidupan jemaat tanpa mengharuskan kaum muda itu lebih dulu mengalami pertobatan yang hebat pada umur tertentu.[4]

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa PAK memberi penekanan pada pembelajaran terhadap Firman Allah yang dilaksanakan secara terus-menerus, baik dari pihak gereja, sekolah maupun keluarga yang dimampukan dengan pertolongan Roh Kudus, untuk mengerti dan memahami karya-karya Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari sekaligus mengalami pertumbuhan iman secara berkesinambungan di tengah-tengah dunia.

Landasan Biblis PAK

Landasan Biblis pertama yakni dari Alkitab Perjanjian Lama, khususnya dalam Ulangan 6:4-9 yang merupakan salah satu pasal yang membahas mengenai Pendidikan. Pasal ini sering digunakan dalam ibadah di Sinagoge. Dalam perspektif pedagogisnya, ada perintah ganda yang mengikuti kata shamaa tau kata “dengarlah” kepada bangsa Israel, yakni perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap kekuatan (ay. 5-6); (2) perintah kedua adalah untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka (ay. 7-9). Kemudian ungkapan “haruslah engkau mengajarkan nyaberulang-ulang dapat berarti mengasah, mempertajam, mengajar dengan tekun.[5] Dalam Kitab Keluaran pasal 12:24-27 dituliskan tentang tanggung-jawab orang tua untuk mendidik anak-anak agar tetap menjaga tradisi ibadah Paskah. Secara keseluruhan Keluaran 12

[1]Jack L. Seymour, Memetakan Pendidikan Kristiani: Pendekatan-pendekatan Pembelajaran Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 17

[2]Weina Sairin, Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antara Konseptual dan Operasional, 221

[3]WeinaSairin, 299

[4]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia, Cetakan ke 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),470.

[5]Stamps, Donald C. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan Jakarta: LAI bekerjasama dengan Gandum Mas, 2003), 285

berbicara tentang peristiwa Paskah dan keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Ayat 1-23 mencatat bahwa Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun tentang perayaan Paskah. Ayat 24-28 kemudian mencatat bahwa Musa, Harun dan seluruh bangsa Israel harus memegang ketetapan itu sampai selama-lamanya bagi orang tua dan anak-anak.[1] Stamps dalam catatan kaki untuk Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan juga menyatakan bahwa orang tua diharapkan memakai Paskah untuk mengajarkan kebenaran kepada anak-anak mereka tentang bagaimana Allah menebus mereka dari perbudakan dan dosa serta menjadikan mereka umat istimewa yang diperhatikan dan diperintahkan oleh-Nya.[2] Dapat dikatakan bahwa prinsip penting pendidikan adalah secara terus menerus, orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anak agar mereka memahami makna paskah. Apabila anak bertanya tentang apa arti ibadah yang dilakukan maka orang tua berkewajiban untuk menjawab pertanyaan anak-anak dengan tepat. Pendidikan Agama Kristen juga menaruh perhatian pada anak yang adalah perintah untuk mengajarkan dengan tekun kepada anak-anak dan merupakan sebuah tindakan yang intensif berupa mengajar anak dalam setiap kesempatan seperti mengajarkannya berulang-ulang.

Dalam Alkitab Perjanjian Baru, mengutip Matthew Henry, ia menjelaskan bahwa kemungkinan yang membawa anak-anak saa itu adalah orang tua, penjaga atau pengasuh (paedagogos). Lebihl anjut Matthew Henry menjelaskan bahwa orang-orang yang datang membawa anak-anak itu memandang Yesus KristuS sebagai pribadi yang luar biasa. Mereka ingin agar Yesus Kristus bersedia memberkat ianak-anak itu, melalui penumpangantanganNya.[3] Lebih lanjut Henry juga menekankan bahwa ada kepedulian dari Yesus, Sang Guru Agung, kepada jiwa anak-anak yang datang kepada-Nya karena perhatian yang luar biasa pada anak-anak.[4] Berkaitan dengan pendidikan, dalam ayat tersebut terkandung sebuah pesan bahwa anak-anak memerlukan sebuah perhatian termasuk dalam hal ini adalah perhatian dalam pendidikan. Yesus Kristus, Sang Guru Agung menaruh sebuah perhatian penting pada anak-anak, Ia mengingatkan para murid agar tidak melarang anak-anak datang kepada-Nya. Selain itu dalam pengajaran-Nya, Ia beberapa kali menggunakan anak-anak sebagai sebuah contoh.

Rasul Paulus menyinggung tentang pendidikan khususnya terhadap anak dalam surat Efesus 6:1-4. Peter T. O’Brien dalam tafsiran Surat Efesus menjelaskan bahwa dalam ayat

[1]Stamps, 286

[2]Stamps, 114

[3]Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 15-28, Terj. Herdian Apriliani, dkk. (Surabaya: Momentum, 2008),946-947.

[4]Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Lukas 13-24, Terj. Herdian Apriliani, dkk. (Surabaya: Momentum, 2008),687-688.

tersebut ada sebuah nasihat positif mendidik anak-anak dalam ajaran dan nasihat Allah. Hal tersebut mengingatkan pada penekanan yang lebih dalam pada tradisi pengajaran Kristen. Dalam ayat tersebut, Paulus membahas tentang sebuah tugas timbal balik anak-anak dan orang tua.[1] Anak-anak harus dididik menjadi anak yang taat dan bersikap hormat pada orangtua. Berkaitan dengan ketaatan, Solomon menjelaskan bahwa jauh sebelum surat ini ditulis, Yesus Kristus telah menunjukkan ketaatan ketika berusia 12 tahun (Luk.2:41-51).Dalam peristiwa itu, Yesus tertinggal di Bait Allah dan akhirnya Maria menegur Yesus. Yesus kemudian menjelaskan bahwa Dia harus berada di rumah Bapa-Nya, tetapi itu tidak dipahami orangtuaNya. Walau demikian, Ia taat pada orangtuanya dan kembali dalam pengasuhan orangtuanya.[2]Dari hal ini dapat dilihat bahwa anak-anak harus menghormati sekaligus taat kepada orang tua dan sebelum itu orang tua harus mendidik anak-anak agar mereka menjadi taat dan menjadi contoh yang dapat dihargai agar tidak menimbulkan amarah dalam hati anak. Prinsip pendidikan yang terkandung dalam ayat ini adalah (1) orangtua mengambil peran penting dalam pendidikan anak; (2) pendidikan kepada anak merupakan sebuah proses transfer pengetahuan dan penanaman nilai-nilai kehidupan.

PAK berlandaskan Alkitab menaruh perhatian pada anak-anak atau dalam konteks masa kini adalah terhadap generasi muda. Ini juga yang harus diperhatikan oleh pendidik masa kini dimana di era disrupsi ini, generasi muda mudah menjadi goyah dalam pola berpikir mereka jikalau tidak diberikan suatu landasan teologis seperti yang sudah dinyatakan dalam Alkitab.

Disrupsi

Disrupsi dapat dikatakan sebuah inovasi pemikiran baru yang menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara terkini, efisien, dan lebih bermanfaat.[3] Hal ini berarti ada perubahan yang terus-menerus terjadi khususnya teknologi, ilmu pengetahuan dalam tempo singkat dan tanpa diketahui batasnya sampai di mana. Era disrupsi ini mengubah cara beraktivitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas dan juga transformasi pengalaman hidupnya sehari-hari. Manusia dipaksa untuk harus memiliki kemampuan untuk melihat kedepan masa depan.[4] Disrupsi tidak hanya sekedar perubahan, tetapi perubahan besar yang mengubah tatanan. Era disrupsi ini merupakan fenomena ketika masyarakat

[1]Peter T. O’Brien, Surat Efesus, Terj. Andri Kosasih, (Surabaya : Momentum, 2013), 536

[2]Robert M. Solomon, Kitab Efesus, Yesus dan JemaatNya (Jakarta : Duta Harapan Dunia, 2016) h.70

[3]Temali, “Memasuki Era Disrupsi dan Menghadapinya” diaksesdari https://kumparan.com/temali/memasuki-era-disrupsi-dan-menghadapinya-1rP1bBzWuG5/full, tanggalakses 12 November 2020.

[4]Daniel Ronda, Kepemimpinan Kristen di era Disrupsi Teknologi, (Jurnal Evangelikal, Vol.3, No.1, Januari 2018), 4

menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, ke dunia maya. Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia bisnis. Kemunculan transportasi gadget /daring adalah salah satu dampaknya yang paling populer di Indonesia. Era disrupsi dijadikan hambatan dan keuntungan bagi para pelaku bisnis yang ada di Indonesia. Karena era disrupsi juga dijadikan sebagai era digitalisasi, dimana seluruh aktifitas/kegiatan menggunakan daring atau media internet.[1] Tidak dapat dipungkiri sekarang kehidupan manusia ditandai atau didampingi oleh berbagai macam industri hiburan berbasis digital online. Di saat ini ketergantungan kita kepada smartphone, dan juga media sosial lainnya.  Ada juga semacam penglihatan kedepan dimana penggunaan robot akan dilakukan untuk menggantikan tenaga manusa sehingga lebih mudah, efektif, dan efisien. Akibatnya hilang banyak pekerjaan karena diganti robot dengan sistem kerja otomatis, berimbas banyak pengangguran. Hal ini sulit dihindari, maka harus mengikuti arus perubahan agar tidak terlindas dan tetap dapat menjalani kehidupan yang mampu bersain gsecara global. Oleh karena itu, perlu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) sebagai generasi penerus bangsa melalui pendidikan yang sesuai dengan zamannya.

PAK Transformati fterhadap Disrupsi

Dalam aspek tranformasi Pendidikan, Sitorus yang dikutip oleh Mujiati menyatakan bahwa Pendidikan 4.0, untuk mengimbangi era disrupsi (era industri 4.0). Ciri utama pendidikan 4.0 adalah pemanfaatan teknologi digital dalam proses belajar mengajar (cyber system), sehingga transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan secara kontinyu, dinamis tanpa harus selalu tatap muka di kelas. Dengan demikian, materi pembelajaran dapat sampai kepada peserta didik setiap waktu tanpa dibatasi ruang dan waktu.[2]

PAK yang Transformatif secara konseptual adalah suatu dialog kehidupan bersumber pada iman teologis biblis yang relevan dalam suatu kultur tertentu denga tujuan untuk menghadirkan pengharapan yang baik. PAK Transformatif juga mengarahkan perhatian pada misi gereja, peran komunitas iman, serta pengajaran tentang Allah. Transformasi menjadi tujuan dan proses Pendidikan hingga Kerajaan Allah yang penuh keadilan dan kasih dapat diwujudkan.[3] PAK Transformatif diharuskan untuk terampil, fleksibel untuk mengenali setiap perkembangan kebudayaan yang ada didunia. Terkait dengan hal tersebut, maka yang harus dilakukan oleh Pendidikan Agama Kristen yang Transformatif di Era Disrupsi yaitu

[1]Melynda Ananda “Beradaptasi dengan Era Disrupsi”, Juli 2018, diaksesdari: https://www.kompasiana.com/melynda25588/5b470217ab12ae455956c0a2/beradaptasi-dengan-era-disrupsi?page=all, tanggalakses 14 November 2020

[2]EndangMujiati& Helmi Supriyanto, “Pendidikan di Era Disrupsi”, Januari 2019 diaksesdarihttps://www.harianbhirawa.co.id/pendidikan-di-era-disrupsi/, tanggalakses 14 November 2020

[3]Jack Seymour, 15

perlunya mempertimbangkan tentang suatu pendekatan spiritualitas yang sesuai dengan perkembangan situasi sekarang ini dengan konteks disrupsi. Misalnya tentang pembelajaran tentang Firman Tuhan di era disrupsi, aspek spiritual harus terus menjadi penekanan utama dalam PAK. Spiritualitas menjadi suatu pandangan universal yang didalamnya tercakup aspek etis, kasih, teologis yang mampu menyaingi bahkan mentransformasi paradigma setiap orang ditengah kemajuan teknologi, digitalisasi ini. Fungsi pendidik khususnya pendidik Kristen terus untuk menekankan nilai-nilai teologis Firman Tuhan karena nilai-nilai tersebut tidak dapat diajarkan oleh mesin, digital dan lain sebagainya. Signifikansi dari transformasi Pendidikan yakni peran pendidik sebagai sumber belaja ratau pemberi pengetahua nmenjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspirator dalam mengembangkan imajinasi, kreatifitas, karakter serta team work para generasimuda yang dibutuhkan pada masa depan.[1]Ini berarti salah satu proses transformasi PAK juga ada pada pendidik yang mampu beradaptasi dengan lingkungan atau situasi dimana ia ada tetapi pada saat yang sama kemampuannya untuk memberitakan Firman melalui PAK juga bersifat dinamis dan relevan bagi nara didik. Dengan begitu tidak ada kesenjangan antara teknologi, digitalisasi kesiapan manusia untuk bersaing di era ini.

Kesimpulan

Para pendidik Kristen yang dipercayakan untuk melaksanakan pembelajaran yang terkait erat dengan kebenaran Firman Tuhan seyogyanya melakukan terobosan melalui transformasi Pendidikan dalam hal ini PAK ke dunia digital atau di era disrupsi. PAK yang transformatif menuntut para pendidik untuk terus belajar apa yang dinyatakan dalam Alkitab kemudian melihat, mengamati serta terus juga belajar perkembangan dunia saat ini kemudian pada saat yang sama membimbing naradidik kearah etika moral untuk menghadirkan Kerajaan Allah seperti yang diajarkan oleh Yesus. Penekanan terhadap PAK yang transformatif juga menekankan Kasih Allah terhadap dunia yang harus terusdiajar kan oleh pendidik secara berulang-ulang agar kehangatan komunitas Kristen terasa satu dengan yang lain dan tidak merasa asing atau menjadi individualistis akibat pengaruh teknologi di era disrupsi ini.

 

 

 

 

[1]Ali F. Cholil, Pengaruh Globalisasi dan Era Disrupsi terhadap Pendidikan, (Sukma: Jurnal Pendidikan, Vol.3.No.1 2019), 124

DAFTAR RUJUKAN

Antone, Hope. Pendidikan Kristiani Kontekstual, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010

Boehlke,Robert R. Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia, Cetakan ke 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009

Cholil,Ali F. PengaruhGlobalisasi dan Era Disrupsi terhadap Pendidikan, Sukma: Jurnal Pendidikan, Vol.3.No.1 2019

Cully,Iris V. Dinamika Pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Dajajasudarma, Fatimah.Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, Bandung: Refika Aditama, 2006

Dami, Zummy A. Pedagogi Shalom: Analisis Kritis terhadap Pedagogi Kritis Henry Giroux dan Relevansinya bagi Pendidikan Kristen di Indonesia, Jurnal Filsafat Pendidikan, Vol.29, No.1, 2019

Darmawan,I Putu Ayub.Pendidikan Kristen di Era Postmodern, Jurnal Simpson, Vol.1. No.1, 2016

Donald. C, Stamps. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan Jakarta: LAI bekerjasama dengan Gandum Mas, 2003

Harjanto,Sutrisna.Visi Pendidikan Berdasarkan Konsep Panggilan: Upaya Menemukan Arah yang Menyatukan Pendidikan Kristen di Berbagai Konteks, Indonesian Journal of Theology, Vol.7 Nomor.1, 2019

Henry,Matthew.Tafsiran Matthew Henry:Injil Matius 15-28, Terj. Herdian Apriliani, dkk. Surabaya: Momentum, 2008

_____________Tafsiran Matthew Henry: Injil Lukas 13-24, Terj. Herdian Apriliani, dkk. Surabaya: Momentum, 2008

Nuhamara,Daniel. Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media, 2009.

O’Brien,Peter T. Surat Efesus, Terj. Andri Kosasih, Surabaya : Momentum, 2013

Ronda,Daniel.Kepemimpinan Kristen di era Disrupsi Teknologi, Jurnal Evangelikal, Vol.3, No.1, Januari 2018

Sairin,Weina.Identitas dan CIri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antaraKonseptual dan Operasional

Santoso,Madgalena P. Karakteristik Pendidikan Kristen, Jurnal Veritas, Vo.6. No.2, Oktober, 2005

Seymour,Jack L. Memetakan Pendidikan Kristiani: Pendekatan-pendekatan Pembelajaran Jemaat, Jakarta: BPK GunungMulia, 2016

Siahaan,Daniel S.Pendidikan Kristiani sebagai Instrumen Penyadaran Pentingnya Pertumbuhan Spiritualita dalam Konteks Budaya Populer, Jurnal Gema Teologika, Vol.1. No.2, Oktober 2016

Solomon,Robert M. Kitab Efesus, Yesus dan JemaatNya, Jakarta : Duta Harapan Dunia, 2016

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamu Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3, Jakarta: Balai Pustaka, 2007

Ananda, Melynda “Beradaptasidengan Era Disrupsi”, Juli 2018, diaksesdari: https://www.kompasiana.com/melynda25588/5b470217ab12ae455956c0a2/beradaptasi-dengan-era-disrupsi?page=all, tanggalakses 14 November 2020

Mujiati, Endang& Helmi Supriyanto, “Pendidikan di Era Disrupsi”, Januari 2019 diaksesdarihttps://www.harianbhirawa.co.id/pendidikan-di-era-disrupsi/, tanggalakses 14 November 2020

Temali, “Memasuki Era Disrupsi dan Menghadapinya” diaksesdarihttps://kumparan.com/temali/memasuki-era-disrupsi-dan-menghadapinya-1rP1bBzWuG5/full, tanggalakses 12 November 2020.

 

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *