MAZMUR 25:5 & PANGGILAN PENDIDIKAN MASA KINI

Orasi Ilmiah 13 Desember 2024

Kepada Yth.:

Ketua STT Missio Dei Manado

Seluruh Jajaran Dewan Dosen dan Staf STT Missio dei Manado

Yayasan Missio Dei Indonesia Kita

Kemetrian Agama RI Kanwil. Sulawesi Utara

Hadirin sekalian, rekan-rekan yang terhormat, dan seluruh Wisudawan yang terkasih. Hari ini saya berdiri di hadapan anda sekalian untuk turut menyelami dunia pendidikan Alkitab yang mendalam, dengan mengambil inspirasi dari permadani yang kaya berdasarkan prinsip Biblical Inductive dalam teks Mazmur 25:5. Perjalanan kita merupakan hasil panduan metodologis yang berpijak pada analisis morfologi, gramatika, dan sintaksis yang tertanam dalam teks kitab suci tersebut. Ketika kita melintasi medan ilmiah ini, tujuan utama kita adalah untuk menemukan wawasan yang selaras dengan denyut nadi pendidikan Kristen kontemporer. Lebih jauh lagi, saya akan berusaha untuk menyaring aplikasi praktis dari temuan-temuan pada teks Mazmur 25:5, serta menawarkan panduan nyata bagi para pendidik masa kini ketika mereka menavigasi kompleksitas panggilan suci mereka untuk mendidik generasi-generasi yang dipercayakan.

Untuk memulai ekspedisi ilmiah ini, pertama-tama marilah kita menengok teks Ibrani dari Mazmur 25:5, berdasarkan kodeks Westminster Leningrad yang menyatakan demikian:

הַדְרִ֘יכֵ֤נִי בַאֲמִתֶּ֨ךָ ׀ וְֽלַמְּדֵ֗נִי כִּֽי־אַ֭תָּה אֱלֹהֵ֣י יִשְׁעִ֑י אֹותְךָ֥ קִ֝וִּ֗יתִי כָּל־הַיֹּֽום׃

(haḏrîḵênîḇa’ămitteḵāwəlamməḏênîkî-’attāh’ĕlōhêyiš‘î’ōwṯḵāqiwwîṯîkāl-hayyōwm.)

Teks tersebut oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diterjemahkan dengan: “Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.

Secara morfologis, kata kerja “bawalah” memiliki padanan arti: “untuk melangkah, berbaris.” Dalam bentuk hifil imperfek (הַדְרִ֘יכֵ֤נִי haḏrîḵênî), memiliki gagasan yang mengungkapkan dirinya sebagai sebuah arahan yang kuat. Kata ini mengandung esensi bimbingan, tidak hanya dalam arti fisik tetapi juga dalam perjalanan jiwa yang mendalam. Sebagai pendidik, panggilan kita tidak terbatas pada penyampaian informasi, tetapi juga mencakup pembentukan karakter dan pengasuhan kearifan spiritual.

Secara gramatikal, kata ganti “aku” yang dalam rangkaian bentuk kata kerja piel imperatif “ajarlah aku” (וְֽלַמְּדֵ֗נִי wəlamməḏênî) bergema di seluruh koridor pedagogi, yang menekankan keterlibatan aktif dari pribadi Allah dalam proses pendidikan. Ini adalah panggilan untuk memberikan pengajaran bukan sebatas hal-hal fisik, melainkan metafisik, yang menjangkau ke dalam inti dari keberadaan pelajar. Ruang kelas kita juga harus bergema dengan resonansi instruksi ilahi, menumbuhkan lingkungan di mana kebijaksanaan mengalir sebagai aliran abadi.

Secara sintaksis, paralelisme antara “Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu” dan “ajarlah aku” menciptakan harmoni yang menggarisbawahi keterkaitan antara bimbingan dan pengajaran. Kebenaran, dalam konteks Alkitab, bukanlah sebuah abstraksi belaka, melainkan sebuah entitas yang hidup yang membentuk karakter anak didik. Para pendidik saat ini dipanggil untuk memimpin murid-murid mereka ke dalam perjumpaan yang mendalam dengan kebenaran, memberikan fondasi yang tahan terhadap pergeseran relativisme budaya.

Dalam lanskap pendidikan Kristen kontemporer, wawasan ini memiliki implikasi yang mendalam: “Educators, as servants of knowledge, are entrusted not only with the task of disseminating facts but also with the sacred responsibility of guiding students along the path of God’s truth.” Pendidik, sebagai pelayan pengetahuan, ditugaskan tidak hanya untuk menyebarkan fakta-fakta, tetapi juga memiliki tanggung jawab sakral untuk membimbing para peserta didik di jalan kebenaran Allah. Di zaman di mana pengejaran pengetahuan sering kali mengarah pada sekularisme, para pendidik harus memiliki niat untuk menenun kebenaran abadi dari Kitab Suci ke dalam jalinan pengajaran mereka.

Aplikasi-aplikasi praktis muncul secara organik dari perjalanan penafsiran kita. Pertama dan terutama, para pendidik harus tekun dalam keterlibatan pribadi mereka dengan Alkitab. Seperti yang dimohonkan oleh pemazmur, mereka harus berusaha untuk dipimpin dalam kebenaran Allah sebelum mencoba memimpin orang lain. Hal ini membutuhkan komitmen untuk terus mempelajari, merenungkan, dan bertumbuh secara rohani. Selanjutnya, menghidupkan nilai-nilai Kitab Suci/Firman Tuhan dalam gagasan dan perilaku hidup pribadi.

Selain itu, lingkungan pendidikan harus dicirikan oleh rasa kekaguman dan penghormatan terhadap kebenaran. Dalam konteks studi Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, kebenaran yang dimaksudkan tentunya berakar pada Firman Tuhan: “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim. 3:15-17). Ruang kelas, baik secara fisik maupun virtual, menjadi ruang sakral di mana pengejaran pengetahuan diresapi dengan rasa tujuan ilahi. Hal ini membutuhkan pedagogi yang tidak hanya bersifat transaksional tetapi juga transformatif, yang mengakui dampak mendalam dari pendidikan terhadap pembentukan spiritual individu.

Terakhir, para pendidik harus memiliki sifat-sifat kesabaran dan ketekunan, karena pemazmur menyatakan, “Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.” Dengan demikian, perjalanan pendidikan yang transformatif tidaklah instan; hal ini membutuhkan komitmen yang teguh dan iman yang bertahan lama. Para pendidik harus dengan sabar memupuk benih-benih kebijaksanaan, percaya akan terungkapnya kebenaran secara bertahap dalam kehidupan para siswa mereka. Upaya menempuh “Jalan Pintas” dalam proses pendidikan, bagi pengajar maupun yang diajar, merupakan dosa. 

Sebagai kesimpulan, teks Mazmur 25:5 berfungsi sebagai mata air wawasan bagi para pendidik Kristen kontemporer. Melalui analisis morfologis, gramatikal, dan sintaksis menyingkapkan interaksi yang mendalam antara bimbingan dan pengajaran, yang mengundang para pendidik untuk meniru teladan ilahi dalam panggilan suci mereka dalam hal mendidik. Ketika kita menerapkan wawasan ini, marilah kita tekun dalam mengejar kebenaran, berniat menciptakan ruang pendidikan yang sakral, dan penuh kesabaran dalam memelihara perjalanan pembelajaran yang transformatif. Semoga upaya pendidikan kita menjadi bukti relevansi abadi kebijaksanaan ilahi dalam lanskap pengetahuan manusia yang terus berkembang. Gereja Tuhan di negeri ini, serta seluruh bangsa Indonesia, membutuhkan figur pendidik yang menerapkan nilai-nilai edukatif dari Mazmur 25:5.

Manado, 13 Desember 2024

Gbl. Rony Obed Oktafiano Manongko, Th. M.

NIDN: 2320107801

Anda mungkin juga suka...

2 Komentar

  1. Vini Rantung menulis:

    Melalui analisis morfologi, leksikal dan sintaksis artikel ini memberikan pengarahan bagaimana seorang tenaga pendidik harus berusaha terlibat secara pribadi dengan Alkitab, serta berusaha hidup dipimpin oleh kebenaran sebelum berusaha memimpin orang dalam kebenaran karena itulah yang di nanti-nantikan Allah.

  2. Rony Manongko menulis:

    Terima kasih. Kiranya dapat menginspirasi generasi-generasi cendikia STT MD, dalam berkiprah di tengah panggilan kudus yang Tuhan Yesus percayakan. Imanuel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *